Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia terkerek lebih dari satu persen pada perdagangan Jumat (23/2), waktu Amerika Serikat (AS). Kenaikan tersebut ditopang oleh penurunan produksi minyak Libya dan komentar optimistis dari Arab Saudi bahwa upaya Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menggerus persediaan berhasil.
Dilansir dari
Reuters (24/2), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,78 atau 1,2 persen menjadi US$67,17 per barel. Sepanjang pekan ini, harga Brent telah melejit 3,6 persen. Artinya, harga Brent terus menanjak selama dua minggu berturut-turut.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,81 atau 1,3 persen menjadi US$63,58 per barel pada pukul 12:20 EST. Sama dengan Brent, harga WTI juga naik selama dua minggu berturut-turut. Pekan ini, harga WTI telah terkerek 3,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal perdagangan kemarin, harga minyak mentah sempat turun. Namun, berhentinya operasional lapangan minyak El Feel di Libya yang memproduksi 70 ribu barel per hari (bph) minyak mentah memberikan sentimen positif kepada harga. Sebagai catatan, produksi negara anggota OPEC ini biasanya mencapai satu juta bph, meskipun tetap volatil akibat kerusuhan.
"Pasar (minyak) ini telah diuntungkan oleh serangkaian peristiwa serupa selama beberapa bulan, apakah itu dari pipa Keystone, Laut Utara (Forties), dan sekarang ini (penutupan lapangan minyak El Feel di Libya)," ujar partner Manager Investasi Again Capital di New York.
Komentar Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih yang menyatakan bahwa pasar minyak sedang berupaya menyeimbangkan kembali dan ia berharap stok minyak akan terus turun tahun ini, juga mendongkrak harga minyak.
Sebagai informasi, OPEC dan negara produsen minyak lain, termasuk Rusia, sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,8 juta bph sejak Januari 2017. Kesepakatan ini menggerus sekitar dua persen dari pasokan dunia dari pasar. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelebihan pasokan yang telah memicu ambruknya harga minyak.
Kamis lalu, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat penurunan stok minyak AS yang di luar dugaan sebesar 1,6 juta barel sepanjang pekan lalu. Persediaan minyak mentah di hub pengiriman utama Cushing, Oklahoma, merosot 2,7 juta barel pekan lalu.
"Tingkat persediaan terus turun, di AS juga." ujar Kilduff.
"Karenanya, ada narasi yang mengarah kepada kenaikan harga (bullish) di pasar sekarang," imbuhnya.
Di sisi lain, kenaikan produksi minyak mentah AS telah menghambat upaya OPEC untuk mengurangi pasokan. Output minyak mentah AS naik ke level tertingginya sejak tahun 1970 pada akhir tahun lalu, dan output minyak AS diperkirakan bakal menembuh 11 juta bph pada akhir 2018.
Ekspor minyak mentah AS terdongkrak seiring kenaikan output. Berdasarkan data EIA, ekspor minyak mentah AS melonjak di atas dua juta bph pada pekan lalu, mendekati rekor 2,1 juta bph yang terjadi pada Oktober 2017.
"Kuatnya produksi minyak di AS akan terus membatasi kenaikan harga," ujar Analis Energi Senior Interfax Energy's Global Gas Abhisek Kumar di London.
(lav)