Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia kembali menanjak pada perdagangan awal pekan ini, Senin (26/2), waktu Amerika Serikat (AS). Kenaikan tersebut ditopang oleh kuatnya permintaan AS dan kabar Arab Saudi yang akan terus melanjutkan pemangkasan produksi seiring upaya yang dilakukan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Dilansir dari Reuters, Selasa (27/2), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,19 menjadi US$67,5 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, harga Brent sempat menyentuh level US$67, per barel, tertinggi dalam tiga minggu terakhir.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate naik US$0,36 menjadi US$63,91, setelah sempat menyetuh level tertinggi dalam 20 hari terakhir, US$64,24 per barel.
"Hari ini dan pekan ini akan menjadi penting untuk menjawab pertanyaan, apakah ini merupakan gejala akan terjadi koreksi pasar atau justru kelanjutan dari tren menanjak?" ujar Kepala Analis Teknis United-ICAP Walter Zimmerman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga minyak juga ditopang oleh pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih pada Sabtu (24/2) lalu terkait minyak mentah. Dia mengatakan produksi minyak mentah Arab Saudi Januari-Maret akan berada di bawah batas produksi, dengan rata-rata ekspor kurang dari 7 juta barel per hari (bph).
Khalid menyatakan Arab Saudi berharap OPEC dan sekutunya akan dapat melonggarkan pemangkasan produksi tahun depan dan menciptakan kerangka permanen untuk menstabilkan pasar minyak pasca berakhirnya kesepakatan pemangkasan produksi berakhir pada akhir tahun ini.
Menurut Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger, kemungkinan untuk berakhirnya pemangkasan produksi dapat menciptakan pasar minyak cenderung ke arah penurunan harga (bearish) dalam jangka panjang.
Data yang dirilis oleh Badan Administrasi Energi Berjangka AS (EIA) pekan lalu menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah yang tidak terduga.
"Laporan persediaan pekan lalu tidak bersifat mendongkrak harga (bullish), tetapi juga tidak bersifat menekan harga (bearish). Hal itu membuat para kerbau (pelaku pasar) bersemangat," ujar Presiden Blue Line Future Bill Baruch di Chicago.
Permintaan di Eropa juga bisa mendapatkan bantuan. Analis menyatakan cuaca dingin yang terjadi di kawasan Eropa membuat beberapa pengelola kilang menunda masa perawata. Hal itu akan menopang permintaan dan membantu menahan aksi ambil untung.
"Menurut pandangan kami, permintaan akan cukup kuat namun kami tidak melihat lonjakan yang besar," ujar Analis Natixis Oil Joel Hancock.
Joel memperkirakan harga minyak dunia akan bergerak di kisaran US$60 hingga US$70 per barel tahun ini.
Berdasarkan data Jumat lalu, pedagang telah mengangkat taruhan pada tendensi kenaikan harga untuk pertama kalinya sejak empat minggu terakhir.
Di Libya, perusahaan minyak nasional Libya pada Sabtu lalu menyatakan kondisi kahar (force majeur) pada lapangan berkapasitas 70 ribu bph El Feel pasca aksi protes oleh penjaga menutup operasional lapangan minyak tersebut.
(lav)