BI Sebut Mata Uang Negara Lain Lebih Terpuruk dari Rupiah

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 02 Mar 2018 11:16 WIB
Bank Indonesia menyebut, nilai tukar beberapa mata uang negara lain terhadap dolar AS masih lebih terpuruk dibandingkan rupiah.
Bank Indonesia menyebut, nilai tukar beberapa mata uang negara lain terhadap dolar AS masih lebih terpuruk dibandingkan rupiah. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyebut, terpuruknya nilai tukar rupiah sejak awal Februari lalu disebabkan oleh pengaruh kondisi pasar keuangan global. Namun, rupiah bukanlah satu-satunya mata uang yang 'apes'. Beberapa mata uang negara lain justru lebih terpuruk dibandingkan rupiah.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan, hal ini terlihat dari pergerakan nilai (volatilitas) rupiah yang lebih rendah di kalangan negara yang tergolong memiliki imbal hasil tinggi terhadap surat utang (high yield countries) dan di antara negara kawasan Asia.

"Indonesia termasuk yang rendah (volatilitas) rupiahnya di dalam peer (kelompok) high yield countries, misalnya dengan Brazil, Meksiko, Afrika Selatan, Turki, dan Rusia," ujar Dody di kantornya, Kamis (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Doddy menyebut, volatilitas rupiah dalam dua bulan terakhir tercatat sekitar 8,3 persen secara tahunan (year-on-date/ytd). Sementara itu, real Brazil 17 persen, peso Meksiko 14 persen, rand Afrika Selatan 18 persen, lira Turki 9,8 persen, dan rubel Rusia 15 persen.

Begitu pula bila dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia, Dody bilang, volatilitas rupiah masih berada di rentang tengah atau hanya kalah dari rupee India yang volatilitasnya sebesar 6,3 persen.


Sedangkan dibandingkan negara lain, rupiah masih jauh lebih baik. Tercatat, volatilitas yuan China 9,7 persen, won Korea 9 persen, ringit Malaysia 9 persen, peso Filipina 9,7 persen, dan baht Thailand 10 persen.

"Artinya, kalau global bergejolak, kami tidak bisa hindari, tapi setidaknya (volatilitas) tidak terlalu tinggi. Kami upayakan volatilitas tidak buruk, setidaknya tidak lebih tinggi dari peer kami," katanya.

Kendati begitu, Dody mengatakan bahwa BI tak memiliki target spesifik dari sisi volatilitas rupiah. Namun, yang pasti BI akan terus menjalankan peran untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Salah satunya, dengan terus melakukan intervensi melalui cadangan devisa (cadev) yang mencapai US$131,98 juta per 31 Januari 2018.


"Pada intinya, volume, strategi, dan waktu (pelaksanaan) itu semua sudah jadi bagian dari strategi intervensi yang kami lakukan. Tapi karena lawannya adalah pasar, ya kami tidak boleh sampai ketahuan, dan strategi itu sangat rahasia," tuturnya.

Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, kurs rupiah bertengger di angka Rp13.542 per dolar Amerika Serikat (AS) pada awal Januari 2018. Namun, posisinya berhasil membaik jelang Februari 2018.

Sayangnya, mulai pekan pertama Februari hingga awal Maret ini, posisi rupiah perlahan-lahan melemah hingga akhirnya terpuruk di kisaran Rp13.748 per dolar AS pada penutupan perdagangan sore tadi. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER