Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memungut tarif impor baja sebesar 10 persen dan tarif impor aluminium sebesar 25 persen dikhawatirkan memicu perang dagang. Bahkan, produsen sekaliber Levi's dan Harley Davidson khawatir kebijakan pemerintahnya tersebut akan merugikan bisnis mereka karena dendam negara-negara yang terdampak.
Kekhawatiran ini bukan mengada-ada. Mengutip Straitstimes, Rabu (6/3), para pelaku usaha di Eropa mengancam memberlakukan tarif impor 25 persen untuk barang buatan AS, seperti celana jins merek Levi Strauss & Co hingga sepeda motor Harley Davidson.
Manajemen Harley Davidson menegaskan dukungan perdagangan bebas dan adil. "Tarif impor baja dan aluminium akan menaikkan biaya untuk semua produk yang dibuat dengan bahan baku ini. Sebagai balasan, tarif akan diberlakukan untuk Harley Davidson
di pasar mana pun akan berdampak signifikan pada penjualan kami, diler, pelanggan," ujar wakil perusahaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produsen sepeda motor yang berbasis di Wisconsin tersebut menuturkan bahwa tarif impor baja dan aluminium akan menggerus keuntungan perusahaan. Memang masih terlalu dini untuk merinci industri mana saja yang akan terkena dampak langsung kebijakan Trump.
Namun, ia mengingatkan, kebijakan tarif impor baja dan aluminium akan berdampak pada konsumen dan tenaga kerja. "Kebijakan tarif impor adalah intervensi terburuk pemerintah yang akan merugikan konsumen, pembayar pajak. Ini bukan ekonomi yang kami butuhkan saat ini," kata Ketua Federasi Ritel Nasional Matthew Shay.
Lembaga konsultasi swasta setempat melansir, dampak kebijakan Trump akan mengurangi lima tenaga kerja di setiap pekerjaan yang tercipta. "Itulah kekhawatiran kami. Hal ini akan meningkat menjadi sesuatu yang jauh lebih buruk. Kami tak ragu, Uni Eropa akan membalas sebanyak mungkin rasa sakit politik," imbuhnya.
Wakil Direktur Utama Distilled Spirit Council Frank Coleman bilang, rincian lengkap kebijakan tarif impor baja dan aluminium memang belum resmi diumumkan. Ia menilai, terlalu dini untuk mengomentari potensi 'balas dendam' dari negara mitra dagang.
Analis RBC Capital Markets Mark Mahaney menduga, 'balas dendam' yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan AS bisa lebih masif dari sekadar tarif. Perusahaan teknologi kelas kakap, seperti Facebook, Google, dan Netflix juga bisa terkena imbasnya.
"Tarif mungkin tidak terlalu masalah bagi Facebook dan Google. Tapi, bisa saja hal lain yang lebih agresif. Tentunya, hal ini tidak baik untuk bisnis," terang dia.
Juru Bicara Levi Strauss & Co sepakat dengan Mahaney. Menurut perusahaan, pembalasan terhadap bisnis AS berisiko terhadap ketidakstabilan ekonomi global. Merek, pekerja, dan konsumen AS akan dibuat menderita.
"Selama lebih dari 140 tahun, konsumen Levi's di seluruh dunia memandang kami sebagai salah satu merek AS yang paling inklusif. Ini hanya dimungkinkan oleh sistem perdagangan bebas dan adil," tuturnya.
(bir)