Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengklaim penertiban impor berisiko tinggi atau dikenal dengan istilah impor borongan ilegal, berhasil meningkatkan penerimaan pajak impor sekitar 49,8 persen per dokumen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peningkatan setoran pajak impor berupa bea masuk tersebut berasal dari nilai dan volume barang impor yang selama ini cenderung dikecilkan atau bahkan disembunyikan oleh para importir.
Sebelumnya, pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) hanya berhasil mencatat sebagian kecil dari total kewajiban pembayaran pajak importir. Bahkan, tak jarang berhasil lolos karena masuk ke dalam negeri dengan cara diselundupkan.
"Ini menggambarkan sebelumnya banyak nilai yang tidak disampaikan, atau nilainya dikecilkan, kini disampaikan dan meningkat," ujar Ani, sapaan akrabnya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (20/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain penerimaan pajak impor meningkat, Ani bilang, basis perpajakan (tax based) juga berhasil dikerek sekitar 39,4 persen per dokumen. Sayangnya, Ani belum ingin mengungkapkan jumlah tambahan penerimaan dari penertiban pajak impor borongan ilegal itu.
Di sisi lain, Ani bilang, tak hanya kementeriannya yang berhasil mendapat manfaat dari penertiban impor borongan ilegal itu. Sebab, dari sisi industri rupanya juga 'kecipratan' untung dengan kebijakan ini, sehingga pemerintah dan industri sama-sama untung.
"Sekarang barang selundupan jadi lebih sedikit. Akibatnya, industri dalam negeri mengalami peningkatan volume permintaan," tekannya.
Ani mencatat, salah satu sektor industri yang kebanjiran permintaan ialah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Peningkatannya diklaim sekitar 25-30 persen dari kondisi sebelum adanya kebijakan ini. Sebab, sebelum ada kebijakan ini, pemerintah memang kerap 'menciduk' impor tekstil berupa baju bekas dari luar negeri.
Menambahkan, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih bilang, industri yang juga terselamatkan dengan kebijakan ini, yaitu elektronik.
"Elektronik berupa handphone jadi atau komponennya jadi akan berkembang permintaannya dengan baik, tapi pertumbuhannya masih kami hitung kembali," kata Gati pada kesempatan yang sama.
(lav)