Jakarta, CNN Indonesia -- Terhentinya sebagian layanan pemerintahan
(government shutdown) di Amerika Serikat (AS) diramal tak akan berlangsung lama. Kondisi tersebut pun diperkirakan tak memberikan dampak yang signifikan pada kondisi pasar modal di tanah air, maupun dan nilai tukar
(kurs) rupiah.
Ekonom Senior Standard Chartered Bank untuk Indonesia Aldian Taloputra memperkirakan hal tersebut, berdasarkan historis kondisi serupa yang pernah terjadi dan kinerja perekonomian di Negeri Paman Sam.
"Pada 2013 juga pernah terjadi. Kalau melihat historis, biasanya tidak lama, dan juga kalau melihat momentum ekonomi di Amerika, sebenarnya sekarang enviroment (kondisi) ekonomi lebih baik," ucap Aldian, Senin (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dari sisi jangka waktu, kondisi government shutdown hanya akan terjadi dalam beberapa hari saja. Kondisi perekonomian AS pun, terpantau cukup baik, dengan pertumbuhan sebesar tiga persen pada kuartal III tahun lalu.
Oleh karena itu, menurut dia, dampaknya ke pasar modal dan nilai tukar rupiah tak banyak. Di sisi lain, pergerakan kurs rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terpantau baik.
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, jangka waktu
goverment shutdown AS tak akan berlangsung lama. Selain itu, bagi kurs rupiah, posisi saat ini ada di kisaran Rp13.350-13.400 per dolar AS, ini merupakan posisi yang cukup terkendali.
"Karena sifatnya lebih temporer atau jangka pendek, kira-kira berlangsung dalam waktu dua minggu," katanya.
Di sisi lain, sekalipun dampaknya cukup panjang, hal tersebut justru berpotensi mengapresiasi rupiah. Sebab, pemuliahan ekonomi AS akan terganggu yang berdampak pada melemahnya nilai tukar dolar AS pada mata uang lain, termasuk rupiah. Kemudian, ada pula stimulus dari kecukupan cadangan devisa (cadev) sebesar US$130,1 miliar per akhir tahun ini.
"Dalam konteks kesiapan menghadapi rencana
government shutdown saat ini, cadangan devisa Indonesia masih cukup untuk stabilisasi kurs," tekannya.
Ia juga memperkirakan, dampak kondisi AS tersebut tak akan signifikan pada kinerja AS selama masa
government shutdown tidak panjang. Belum lagi, kinerja IHSG masih terbilang 'moncer' di level 6.500.
Government shutdown di AS terjadi karena tak adanya kesepakatan antara pemerintah dengan Senat dalam pembahasan anggaran pemerintah. Kubu Demokrat dan Republik di Senat tak mampu mencapai kesepakatan soal dana operasional pemerintah. Hal ini membuat seluruh pemerintahan AS berhenti sejak Jumat tengah malam (19/1) pekan lalu.
(agi)