'Investasi Bodong Marak karena Ada Permintaan'

SAH | CNN Indonesia
Jumat, 09 Mar 2018 06:25 WIB
Mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad menilai maraknya produk investasi bodong turut diakibatkan adanya permintaan masyarakat.
OJK memiliki tugas mengedukasi masyarakat agar tidak tergiur dengan produk investasi bodong. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad menilai maraknya produk investasi bodong turut diakibatkan adanya permintaan dari masyarakat.

Hal ini muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat perihal produk investasi. Masyarakat juga mudah tergiur dengan imbal hasil tinggi yang ditawarkan kendati tak masuk akal.

"Ini prinsip supply dan demand. Kalau supply-nya ada, tapi kalau demand-nya tidak ada, ya tidak berkembang," kata Muliaman di Gedung Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Jakarta Kamis (8/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia menilai, permintaan maupun ketersedian produk investasi bodong harus dihilangkan. Untuk itu, OJK memiliki tugas mengedukasi masyarakat agar tidak tergiur dengan produk investasi bodong. Pengawasan terhadap produk investasi juga harus ditingkatkan guna mengurangi entitas investasi ilegal.

"Jadi, ya supply-nya tetap harus dikurangi mulai dari perizinannya di haruskan berizin. Demand-nya pun harus dididik agar mereka (masyarakat) menjadi demand yang berkualitas," terang Muliaman yang saat ini menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss.

Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mengungkapkan 57 entitas investasi yang tak mengantongi izin usaha penawaran produk dan penawaran investasi secara resmi.


Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan pihaknya meminta 57 entitas itu untuk menyetop usahanya karena tak memiliki izin resmi.

Pasalnya, usaha tersebut tak bisa memberikan jaminan perlindungan kepada konsumennya. Apalagi, ketentuan yang ditawarkan tak masuk akal, seperti investasi dengan imbal hasil tinggi. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER