Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia. Di dalam aturan itu, BI melarang masyarakat untuk membawa uang kertas asing minimal Rp1 miliar atau lebih dari dan ke luar Indonesia.
Peraturan yang diteken Gubernur BI Agus Martowardojo tanggal 1 Maret 2018 itu menyebut aktivitas impor dan ekspor UKA hanya bisa dilakukan oleh badan berizin, seperti bank dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA). Jika pihak di luar dua lembaga tersebut terciduk membawa uang kertas asing Rp1 miliar, maka denda siap menanti masyarakat.
Pasal 19 beleid itu menyebut setiap orang yang melanggar ketentuan uang kertas asing bakal dikenakan sanksi administratif berupa denda 10 persen dari jumlah uang yang dibawa dengan nilai denda maksimal Rp300 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, jika badan berizin ditemukan membawa uang kertas asing, namun tidak memiliki persetujuan pembawaan uang kertas asing, maka badan itu juga akan didenda dengan ketentuan yang sama.
"Selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), badan berizin juga dikenakan sanksi administratif oleh BIberupa teguran tertulis, penghentian sementara Pembawaan uang kertas asing, dan/atau pencabutan Izin Pembawaan UKA," jelas beleid tersebut dikutip Kamis (15/3).
Adapun pengenaan denda ini bukan tidak berdasar. Sebab, aturan ini pun diharmonisasikan dengan aturan lain, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Namun, denda ini tidak akan berlaku bulan ini. Pasal 26 aturan itu menyebut, pemberlakuan denda akan dimulai 3 September 2018 mendatang.
Dengan aturan ini, BI berharap bisa memelihara kestabilan nilai rupiah. Nilai Rp1 miliar dipilih agar BI bisa memonitor secara baik jumlah pasokan dan kebutuhan uang kertas asing di domestik.
"Sekaligus memitigasi pembawaan uang kertas asing yang tidak memiliki peruntukan transaksi yang wajar," imbuh keterangan beleid tersebut.
(bir)