Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 tak akan lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,01 persen.
Alasannya, dari sisi produksi, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian diperkirakan melemah mengikuti tren kuartal sebelunya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan PDB sektor pertanian terus menurun dari kuartal ke kuartal. Tercatat, pertumbuhan PDB pertanian pada kuartal I 2017 berada di angka 7,15 persen secara tahunan (year on year), lalu menurun ke angka 3,23 persen pada kuartal II, 2,77 persen pada kuartal III, dan 2,24 persen pada kuartal terakhir tahun lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian merupakan salah satu yang berkontribusi besar terhadap PDB. Sepanjang tahun 2017, pertanian menyumbang 13,14 persen terhadap struktur PDB atau terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan.
Darmin menuturkan penurunan ini disebabkan waktu panen raya yang biasanya terjadi di Maret kini bergeser ke April.
"Kalau dilihat mungkin panennya lebih rendah, karena puncak panennya April sehingga kontribusi di kuartal II. Maka kami bilang mungkin (pertumbuhan ekonomi) tidak lebih tinggi dibanding tahun lalu," tutur Darmin di kantornya, Senin (19/3).
Ia melanjutkan, pergeseran panen ini disebabkan panen padi gadu atau padi yang ditanam setelah periode tanam utama, dipaksakan panen dua kali tahun lalu. Selain karena hasilnya tidak optimal, ini menyebabkan masa tanam untuk panen berikutnya bergeser mundur.
Tak hanya itu, hama yang banyak juga berpengaruh terhadap produktivitas pertanian di kuartal I tahun ini. "Jangan lupa, pertumbuhan PDB itu diukur dari volume. Tahun lalu Maret sudah panen, seharusnya kuartal I volumenya cenderung besar. Tapi sampai sekarang ini (pertanian) tidak bergerak," ujar dia.
Tak hanya pertanian, ia juga menyoroti pertumbuhan kredit yang sepanjang awal tahun ini bergerak di angka 7 persen hingga 8 persen. Dengan kondisi yang ia anggap belum pulih, maka artinya ada pengaruh terhadap produktivitas dalam negeri.
"Saya belum mempelajari rinci mengenai ritel, tapi ya kami bilang mungkin tidak lebih tinggi dibanding tahun lalu. Saya tidak mau merinci lebih detail lagi," jelas dia.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo malah memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini akan lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu meski ekspor terus melemah. BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit US$872 juta sepanjang dua bulan pertama 2018.
"Di awal tahun kami melihat polanya sama dengan kondisi tahun sebelumnya, di mana pertumbuhan impor cukup tinggi. Jadi kami melihat pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu, namun tidak akan setinggi kuartal IV tahun 2017," jelas Agus pekan lalu.
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017 sebesar 5,07 persen atau meningkat dibanding tahun sebelumnya 5,03 persen.
Dari sisi pengeluaran (expenditure approach), pertumbuhan ini disumbang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 56,13 persen, penanaman modal tetap bruto 32,16 persen, dan ekspor yang tumbuh 20,37 persen. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, industri manufaktur masih mendominasi dengan angka 20,16 persen dari PDB.
(lav)