Tak Latah The Fed, BI Tahan Suku Bunga Acuan 4,25 Persen

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 22 Mar 2018 17:20 WIB
BI memutuskan menahan suku bunga acuannya sebesar 4,25 persen. Kebijakan ini bertolak belakang dengan keputusan The Fed menaikkan bunga acuan AS.
BI memutuskan menahan suku bunga acuannya sebesar 4,25 persen. Kebijakan ini bertolak belakang dengan keputusan The Fed menaikkan bunga acuan AS. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 4,25 persen. Keputusan BI tersebut bertolak belakang dengan kebijakan The Federal Reserve, bank sentral Amerika Serikat (AS), yang menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI juga memutuskan suku bunga penyimpanan dana perbankan di BI (deposit facility) tetap sebesar 3,5 persen dan lending facility tetap sebesar 5 persen.

"RDG pada 21-22 Maret memutuskan 7DRRR tetap 4,25 persen. Berlaku efektif sejak 23 Maret 2018," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman, Kamis (22/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Keputusan ini diambil setelah BI mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik. Kondisi perekonomian global saat ini dipengaruhi oleh perekonomian negara-negara maju yang diproyeksi lebih baik, seperti Amerika Serikat (AS) yang pertumbuhannya terdorong karena stimulus fiskal hingga negara-negara kawasan Eropa yang mengalami perbaikan investasi dan ekspor.

"Proyeksi pertumbuhan ekonomi China juga tinggi dengan kenaikan konsumsi di tengah perlambatan investasi seiring rebalancing (penyeimbangan kembali) yang dilakukan China. Dan perbaikan pertumbuhan ini bisa meningkatkan volume perdagangan dunia dan kuatnya harga komoditas dunia," jelasnya.

Dari sisi domestik, keputusan BI menahan suku bunga acuan juga mempertimbangkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang hingga akhir tahun mendatang diperkirakan di angka 5,1 persen hingga 5,5 persen. Bahkan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama lebih baik dibanding kuartal sebelumnya.


"Di kuartal I, konsumsi pemerintah meningkat seiring digulirkannya bantuan sosial dan dana desa. Memang impor meningkat tapi ini bisa menunjang investasi," terang dia.

Dari sisi perdagangan, BI mencatat neraca perdagangan defisit sebesar US$780 juta dalam dua bulan pertama tahun ini. Selain itu, aliran modal masuk hanya US$300 juta. Sehingga, BI menyebut bahwa proyeksi defisit transaksi berjalan di angka 2 hingga 2,5 persen hingga akhir tahun nanti.

Meski demikian, BI menilai bahwa cadangan devisa sebesar US$128,06 miliar ini masih mumpuni. "Ini setara dengan impor 8,1 bulan," papar Agusman.


Faktor yang utama, BI masih melihat inflasi tetap terjaga di angka 3,5 plus minus satu persen pada tahun ini. Bahkan, angka inflasi bulanan Februari yang hanya 0,17 persen lebih rendah dibanding bulan sebelumnya 0,62 persen.

Atas alasan itu, BI tidak mengubah suku bunga asuan meski sebelumnya Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan Fed Rate. Meski demikian, BI tetap memantau risiko eksternal.

"Tapi tetap ada risiko yang diwaspadai, karena pertumbuhan ekonomi di AS lebih cepat, sehingga kenaikan Fed Fund Rate lebih cepat. Selain itu, sejumlah negara bisa melakukan retaliasi dagang yang bisa menurunkan volume perdagangan dunia," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER