Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan mengestimasi pemerintah membutuhkan waktu sembilan tahun untuk membayar seluruh utangnya saat ini yang mencapai Rp4.035 triliun atau sekitar Rp450 triliun per tahun.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Scenaider Clasein H Siahaan menyebut estimasi itu muncul dengan mempertimbangkan batas jatuh tempo setiap penarikan utang dan kemampuan pembayaran utang oleh pemerintah.
"Kami kelola dari jatuh temponya, hampir sembilan tahun. Jadi, utang akan lunas sepanjang sembilan tahun. Artinya, Rp4.035 triliun dibagi sembilan tahun, berarti Rp450 triliun yang harus dibayar setiap tahunnya," ujarnya saat berbincang dengan media di Bank Indonesia (BI), Kamis (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, menurutnya, pelunasan utang bisa saja dipercepat menjadi hanya empat sampai delapan tahun dengan memperbesar alokasi pembayaran utang dari total penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Misalnya, untuk melunasi utang dalam waktu delapan tahun dibutuhkan sekitar Rp500 triliun dari penerimaan untuk bayar utang. Lalu, agar utang lunas dalam waktu empat tahun, berarti membutuhkan alokasi penerimaan mencapai Rp1.000 triliun untuk bayar utang.
"Tapi, urusan bayar utang ini kan sepenuhnya politik anggaran juga. Politik anggaran itu bergantung proyeksi penggunaannya," katanya.
Ia melihat, meski banyak pihak khawatir dengan jumlah utang pemerintah, namun pemerintah tak bisa hanya fokus menggunakan APBN untuk pembayaran utang. Untuk itu, pembayaran utang harus tetap dipetakan dengan rasional sesuai kemampuan dan kebutuhan negara.
Pasalnya, di satu sisi pemerintah tetap harus memberikan perhatian dan alokasi anggaran untuk belanja negara yang bermanfaat bagi masyarakat. Misalnya, untuk pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya.
Untuk itu, ia meminta masyarakat tetap memberikan kepercayaan pengelolaan utang kepada pemerintah. "Jadi, tidak perlu khawatir, serahkan saja pada ahli-ahlinya untuk kelola utang ini," imbuh Scenaider.
Di sisi lain, ia kembali menekan bahwa porsi utang pemerintah mungkin terlihat besar dari segi nominal, namun rasionya masih lebih rendah dari negara-negara yang sejajar dengan Indonesia (tier countries).
Tercatat, rasio utang Indonesia dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 29,24 persen. Angka ini terbilang lebih rendah dibandingkan negara lain, misalnya Malaysia 52,3 persen, Vietnam 63,4 persen, Thailand 41,8 persen, Brazil 81,2 persen, Nikaragua 35,1 persen, dan Irlandia 72,8 persen.
"Kalau dibandingkan tier itu relatif, artinya comparable (sebanding) dengan yang lain dan kami punya kemampuan untuk membayar itu," pungkasnya.
(bir)