Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah untuk membenahi data terkait kebutuhan riil dan pasokan dalam negeri ihwal garam industri. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kesalahpahaman antar instansi mengenai rekomendasi impor yang seharusnya diberikan untuk garam industri.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan ini merupakan hal paling krusial yang perlu dibenahi, alih-alih menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang peralihan rekomendasi impor garam industri. Jika sistem dan data tidak dibenahi, selamanya antarkementerian akan saling tunjuk-menunjuk.
"Kami memang tidak membicarakan PP secara spesifik, tapi yang penting sistemnya ini harus dibenahin. Ini jadinya saling salah menyalahi kan, dan itu yang kami sampaikan ke Presiden Joko Widodo. Presiden memahami hal tersebut," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (5/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya soal garam, ia juga bilang 11 temuan BPK terkait impor bahan pangan antara 2015 hingga 2017 juga berakar dari masalah data. Menurut dia, pembenahan bisa dimulai dari Kementerian Perdagangan dengan membenahi sistem di Inatrade dulu, yang notabene adalah pengajuan sistem perizinan ekspor-impor secara daring.
"Dengan Inatrade semua data dimasukkan dulu, nanti akan ketahuan kebutuhannya berapa. Saat ini, Inatrade tidak nge-link dengan data di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Nah, kami minta supaya nge-link saja. Kalau sudah beli dengan perintah impor itu akan ada pemberitahuan, kalau tidak ya sudah tidak bisa impor gitu," jelasnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tidak berkomentar lebih jauh mengenai hal itu. Ia hanya mengatakan, siap untuk membenahi sistem tersebut. "Tentu kami akan segera benahi sistemnya," terang dia.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 untuk mengembalikan kewenangan rekomendasi impor garam industri yang sebelumnya berada di KKP kepada Kemenperin. Adapun, rekomendasi garam industri oleh KKP dimulai sejak 1 April 2016 setelah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 mengamanatkan bahwa komoditas pergaraman harus mendapat restu dari KKP.
Langkah ini diharapkan bisa mengakomodasi kebutuhan industri akan garam setelah selama ini impor garam industri terhambat perdebatan ihwal besaran kebutuhan impor antara Kemenperin dan KKP. Kemenperin mengatakan kebutuhan garam industri tercatat 3,7 juta ton. Sementara, rekomendasi KKP akan garam industri terbilang 1,8 juta ton saja.
Kemenperin mengatakan kebutuhan garam industri itu akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP) dalam memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2,48 juta ton. Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton dan industri aneka pangan sebesar 535 ribu ton.
Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740 ribu ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.
(bir)