Jakarta, CNN Indonesia -- PT Dirgantara Indonesia (
PTDI) menandatangani kesepakatan awal penjualan
pesawat CN-235 dan NC-212 dengan mitra bisnis Angkatan Udara dua negara Afrika, Senegal dan Pantai Gading senilai US$75 juta atau sekitar Rp1,03 triliun (kurs 13.700 per dolar AS).
Penandatanganan kesepakatan dilakukan PTDI dengan perusahaan perdagangan pertahanan udara asal Belgia, selaku mitra bisnis kedua negara asal Afrika tersebut di sela-sela Forum Indonesia Afrika (IAF) 2018 di Bali.
Kesepakatan tersebut mencakup penjualan dua unit pesawat NC-212 seri 200 yang digunakan untuk pengawasan maritim dan satu unit CN-235 seri 220 untuk pesawat patroli maritim Angkatan Udara Senegal, serta satu unit CN-235 seri 220 untuk transportasi militer Angkatan, Udara Pantai Gading.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasar Afrika itu menjanjikan karena terdiri dari banyak negara dan secara geografis sama dengan Indonesia jadi kebutuhan pesawat turboprop ringan dan medium itu masih banyak," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro di Bali, seperti dikutip dari Antara, Selasa (4/10).
Elfien menambahkan penandatanganan kontrak lebih lanjut akan dilakukan pada Juli atau Agustus 2018. Sedangkan unit pesawat buatan PTDI akan dikirim ke negara pembelinya sekitar 1,5 tahun setelah proses pengerjaan.
Pada 27 Desember 2017 lalu, PT Dirgantara Indonesia telah berhasil mengirimkan pesawat CN-235 seri 220 untuk kebutuhan multiguna Angkatan Udara Senegal. Kemudian pada 08 Agustus 2017 mitra bisnis Senegal kembali menandatangani kontrak pembelian satu unit pesawat CN235-220 untuk patroli maritim untuk Angkatan Udara Senegal.
Selain Senegal, pesawat CN235 buatan PTDI telah digunakan oleh Burkina Faso dan Guinea.
Elfien mengaku, pihaknya saat ini tengah membidik potensi bisnis lain dengan perusahaan lokal di negara-negara Afrika tersebut, terutama di bidang peningkatan pesawat, modifikasi, modernisasi dan perbaikan peralatan dan pemeriksaan (MRO) untuk CN-235 dan NC-212.
Dia menjelaskan di sejumlah negara Afrika masih mengoperasikan sekitar 53 armada yang sejenis dengan dua tipe pesawat buatan PTDI itu.
"Paling tidak lima tahun mendatang ada sekitar 50 juta dolar (potensi untuk MRO) karena sekitar 16 negara di Afrika menggunakan pesawat tersebut," ungkapnya.
(agi/antara)