Februari, Kredit Bermasalah Perbankan Bengkak Jadi Rp134 T
Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 29 Mar 2018 17:44 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan pada Februari 2018 naik dari 2,59 persen pada akhir tahun lalu menjadi 2,88 persen. (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan hingga Februari 2018 mencapai Rp134 triliun. Adapun rasio NPL pada periode tersebut membengkak menjadi 2,88 persen dibanding posisi akhir tahun lalu sebesar 2,59 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menilai kenaikan NPL tak perlu dikhawatirkan karena mayoritas bank terus mendapat hasil dari perbaikan kualitas kredit yang dilakukannya. Sektor-sektor industri yang kemarin sempat bermasalah, menurut Hery, kini sudah mulai pulih.
Selain itu, NPL bersih (net) industri perbankan pun menurut Heru tercatat cukup rendah yakni sebesar 1,25 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang sebarannya (NPL), masih di sektor pertambangan yang lebih tinggi dari sektor lain. Tapi sekarang (industri pertambangan) sudah mulai tumbuh karena harga batu bara mulai bagus. Begitu pula dengan perkebunan," ujar Heru di Jakarta, Kamis (29/3).
Heru meyakini, sektor pertambangan yang menjadi pemicu NPL sejak beberapa tahun terakhir akan membaik. Dengan demikian, sumbangan ke NPL secara keseluruhan akan berkurang.
Berdasarkan data yang diterima CNNIndonesia.com, kenaikan NPL terjadi hampir pada seluruh kelompok bank berdasarkan kegiatan usaha atau Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU). NPL kelompok BUKU I atau bank dengan modal inti di bawah Rp1 triliun tercatat sebesar 3,03 persen, BUKU II atau bank dengan modal inti minimal Rp1 triliun dan di bawah Rp5 triliun tercatat sebesar 3,39 persen.
Sementara itu, kelompok BUKU III atau bank dengan modal inti minimal Rp5 triliun dan di bawah Rp30 triliun tercatat sebesar 2,73 persen, sedangkan BUKU IV atau bank dengan modal inti minimal Rp30 triliun tercatat 2,69 persen.
Pertumbuhan Kredit Di sisi lain, Heru optimis penyaluran kredit perbankan di tahun ini bakal mencapai target sebesar 10 persen hingga 12 persen, kendati pertumbuhan kredit masih melambat di awal tahun ini.
OJK mencatat, pertumbuhan kredit pada Februari 2018 sebesar 8,22 persen secara tahunan (year on year/yoy), melambat dibanding periode yang sama tahun lalu 8,4 persen.
Ia bilang, target tersebut bisa dikejar lantaran Indonesi bisa mengambil sentimen positif dari kondisi perdagangan global saat ini, di mana Amerika Serikat (AS) dan China tengah bersitegang soal tarif kebijakan impor masing-masing negara.
"Dengan adanya perang dagang AS-China, kesempatan Indonesia untuk mengekspor lebih besar ada, sehingga memicu perbankan untuk tumbuh lebih baik lagi ke depan," katanya.
Tak hanya mencapai target yang dibidik OJK, ia juga menilai target industri dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) sebesar 12,23 persen (yoy) masih berpeluang terlampaui.
Selain melambat, pertumbuhan perbankan hingga Februari 2018 juga tercatat masih belum merata dinikmati oleh tiap-tiap pemain. Dalam sebulan terakhir, bisnis BUKU III tercatat yang paling 'moncer' mengalirkan kredit. Sedangkan bisnis BUKU II justru meredup sendirian.
"Sebenarnya hampir semua BUKU tumbuh, termasuk BUKU I dan II, tapi memang nilainya kecil. Secara nominal (pertumbuhan kredit) memang dipicu oleh BUKU III dan IV," kata Heru.
Berdasarkan data yang diperoleh CNNIndonesia.com, penyaluran kredit BUKU I tumbuh 0,43 persen secara bulanan (month to month /mtm) dari Rp53,47 triliun pada Januari 2018 menjadi Rp53,7 triliun ada Februari 2018.
Lalu, BUKU III tumbuh paling tinggi mencapai 3,77 persen (mtm) dari Rp1.621,93 triliun menjadi Rp1.683,17 triliun. Kemudian, BUKU IV tumbuh tipis 0,16 persen dari Rp2.324,84 triliun menjadi Rp2.328,62 triliun. Namun, BUKU II justru minus 5,57 persen dari Rp632,06 triliun menjadi Rp596,84 triliun.
Sementara itu, OJK juga mencatat aset industri perbankan tumbuh 9,25 persen (yoy) yang ditopang oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh 8,44 persen (yoy).
Kemudian, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23 persen (yoy) dan rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Deposit Ratio/LDR) sebesar 88,7 persen (yoy). Sedangkan rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 81,09 persen.
"Artinya permodalan kuat, likuiditas ample, efisiensi masih berlangsung tercermin dari BOPO yang berkurang," terangnya.(agi)