Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (
OJK) menyebut permasalahan yang dihadapi PT
Bank Muamalat Indonesia Tbk saat ini hanya sebatas pemegang saham yang tak mampu menambah modal perseroan. OJK pun memastikan tak ada masalah lain yang menggerogoti bank murni syariah pertama di Indonesia itu.
Hal ini disampaikan langsung oleh Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (
DPR) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang khusus membahas kondisi terkini dari Bank Muamalat pada hari ini, Rabu (11/4).
Heru menjelaskan, Bank Muamalat memiliki empat unsur pemegang saham. Pertama, Bank Pembangunan Islam (The Islamic Development Bank/IDB) sebesar 32,74 persen dari total saham. Kedua, dua bank asal Kuwait dengan porsi saham mencapai 30 persen, yaitu The National Bank of Kuwait dan Boubyan Bank.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, Saudi Economic and Development Company (SEDCO) sebesar 17,91 persen. Keempat, pemilik perorangan dengan porsi saham sebesar 19 persen, yang terdiri dari perorangan dalam negeri 12,58 persen dan perorangan luar negeri 6,23 persen.
"Misalnya IDB, kemampuan internal penyertaan mereka maksimum adalah sebesar 20 persen, sehingga sampai sekarang di Bank Muamalat sudah 32,74 persen, maka IDB tidak bisa menambah modal lagi. Itu aturan internal mereka," ujar Heru kepada DPR.
Keterbatasan menambah modal juga dialami pemegang saham lainnya, termasuk dari pemilik perorangan. Tak adanya tambahan modal, menuurt dia, membuat ekspansi bisnis dari Bank Muamalat disebut OJK tumbuh stagnan, meski belum terpuruk.
"Berkenaan dengan masalah itu, bank ini berkembang dengan stagnan karena ketika mau melakukan ekspansi seharusnya mendapatkan tambahan modal. Sementara pemegang saham yang
eksisting saat ini karena keterbatasan penyertaannya di Bank Muamalat, sehingga mereka tidak bisa menambah modal lagi," jelasnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan bahwa meski modal terbatas, bisnis Bank Muamalat beroperasi dengan normal. Selain itu, likuiditas perseroan cukup kuat dengan komposisi dana yang berkelanjutan dan murah.
"Permodalan masih bisa dijaga di atas minimum ambang batas dari regulator," imbuh Wimboh pada kesempatan yang sama.
Berdasarkan laporan keuangan publikasi perseroan yang dikutip Selasa (3/4), rasio kecukupan modal (Capital to Adequaty Ratio/CAR) Bank Muamalat tercatat meningkat dari 12,74 persen pada 2016 menjadi 13,62 persen. Padahal, pada kuartal ketiga tahun lalu, rasio CAR Bank Muamalat hanya tercatat sebesar 11,58 persen, sedangkan total modal intinya sebesar Rp3,86 triliun.
Meningkatnya rasio kecukupan modal perseroan seiring dengan adanya kenaikan pada modal inti Rp3,33 triliun pada 2016 menjadi Rp4,99 triliun pada akhir tahun lalu. Kenaikan modal inti tersebut berasal dari dana setoran modal sebesar Rp1,66 triliun.
Bank Muamalat sebelumnya berencana menambah permodalan dengan menerbitkan saham baru melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue dengan target dana Rp4,5 triliun di akhir tahun lalu. Rencana awalnya, PT Mina Padi Sekuritas Tbk akan menjadi pembeli siaga
(standby buyer).Untuk menunjukkan komitmennya, Mina Padi telah menyetorkan dana Rp1,7 triliun ke rekening
escrow sebagai 'tanda jadi'.
Escrow merupakan perjanjian legal ketika sebuah barang (umumnya berupa uang) disimpan oleh pihak ketiga, sementara menunggu isi kontrak terpenuhi. Namun, rencana tersebut gagal terealisasi.
Kendati gagal mengeksekusi rights issue Bank Muamalat, setoran dana tersebut hingga akhir Februari lalu belum ditarik oleh Mina Padi.
(agi/bir)