Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan tahapan pembentukan induk perusahaan (holding) sektor keuangan masih tertahan di
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Padahal, kajiannya telah dilakukan sejak akhir 2017. Adapun, pembentukan holding ditargetkan selesai pada semester I 2018.
Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan kedua institusi di bidang jasa keuangan itu masih memiliki sejumlah pertanyaan kepada pemerintah terkait cara holding untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul di sektor keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami lagi mematangkan permintaan dari BI dan OJK, ada beberapa pertanyaan yang signifikan terkait bisnis dan operasional. Selain itu juga soal skema, apakah bentuk strategik atau konvensional dan mitigasi risiko seperti apa," ujar Gatot di kantornya, Senin (16/4).
Menurut Gatot, mitigasi risiko yang masih dikaji oleh pemerintah dengan BI dan OJK mengenai keperluan modal ke depan. Pasalnya, sekitar 94 persen dari total modal bank merupakan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berbentuk jangka pendek.
Artinya, hanya sekitar enam persen dari total modal yang dikantongi bank pelat merah di luar DPK, misalnya hasil penerbitan surat utang (obligasi) yang bersifat jangka panjang.
"Ke depan, kami (modal bank) lebih banyak untuk pembiayaan infrastruktur dan dananya jangka panjang. Makanya, kami sedang lihat agar 94 persen (modal jangka pendek) ini bisa ditekan jadi 80 persen (dialihkan ke sumber modal jangka panjang)," jelasnya.
Gatot menambahkan, mitigasi risiko soal kecukupan modal ini menjadi penting karena ke depannya, pengambilan kebijakan di holding keuangan bila telah terbentuk, tak lagi di Menteri BUMN sebagai pemegang saham. Namun, langsung oleh kebijakan holding.
Kendati masih tertahan di BI dan OJK, Gatot bilang, pemerintah masih optimis bahwa holding keuangan akan rampung pada semester I 2018. Selain itu, pemerintah juga masih mantap menunjuk PT Danareksa (Persero) sebagai bos holding keuangan. Hal ini lantaran kepemilikan saham pemerintah penuh di Danareksa.
Namun, ia tak menampik kemungkinan bila nanti pemerintah berubah pikiran dan menunjuk perusahaan pelat merah lain untuk berada di pucuk pimpinan holding keuangan.
Perusahaan lain yang akan masuk ke holding keuangan, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Jalin Pembayaran Nusantara, PT Pegadaian (Persero), PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia hingga PT Permodalan Nasional Madani (PMN).
"Ini (Danareksa) cangkangnya dan apapun (perusahaan lain untuk jadi bos holding) bisa dipakai. Kajian masih Danareksa, nanti namanya Indonesia Financial Service. Kami lihat peran masing-masing mana yang bagus," katanya.
Sementara itu, bersamaan dengan belum selesainya permintaan restu pembentukan holding keuangan ke BI dan OJK, pemerintah juga belum merilis siapa yang akan menduduki kursi bos holding. Pasalnya, meski Danareksa ditunjuk sebagai pemimpin holding, namun jajaran pimpinan holding keuangan tak serta merta berasal dari Danareksa saja.
"Untuk direksi nanti diatur sendiri oleh Menteri BUMN. Setelah holding ini jadi, kami tata ulang lagi. Bukan sekarang," imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah telah merealisasikan pembentukan holding di sektor pertambangan dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sebagai pimpinan holding tersebut dan holding sektor minyak dan gas (migas) dengan PT Pertamina (Persero) yang memegang kendali holding.
(lav)