Tensi Sanksi Baru AS ke Iran Mereda, Harga Minyak Tergelincir

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 25 Apr 2018 07:00 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent merosot menjadi US$73,86 per barel, sedangkan harga minyak mentah berjangka AS WTI turun menjadi US$67,7 per barel.
Harga minyak mentah berjangka Brent merosot menjadi US$73,86 per barel, sedangkan harga minyak mentah berjangka AS WTI turun menjadi US$67,7 per barel. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah tergelincir pada perdagangan Selasa (24/4), waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh meredanya kekhawatiran terhadap kemungkinan pengenaan kembali sanksi AS terhadap Iran, mengurangi potensi gangguan ekspor minyak mentah Iran.

Dilansir dari Reuters, Rabu (25/4), harga minyak mentah berjangka Brent merosot US$0,85 atau 1,1 persen menjadi US$73,86 per barel. Di awal sesi perdagangan, Brent sempat menyentuh level US$75,47 per barel, tertinggi sejak November 2014.

Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,94 menjadi US$67,7 per barel. Diskon WTI terhadap Brent mencapai US$6,32 per barel, tertinggi sejak 2 Januari 2018, seiring peningkatan produksi minyak mentah AS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Perancis Emmanuel Macron sepakat mencari solusi yang lebih kuat untuk menahan Iran. Pada konferensi gabungan, Trump tidak mengulangi ancaman bakal keluar dari kesepakatan nuklir 2015, tetapi menegaskan bahwa kesabarannya menipis.

Pembaruan sanksi terhadap Iran dapat mengganggu kemampuan Iran untuk mengekspor minyak mentah.


Kepala Perdagangan Asia Pasifik OANDA Stephen Innes menyatakan sanksi baru terhadap Iran dapat mendorong harga minyak sebesar US$5 per barel.

Pada perdagangan usai penutupan (post-settlement trading), kedua harga acuan sediki melanjutkan penurunan setelah data Institut Perminyakan Amerika (American Petroleum Institute/API) menunjukkan kenaikan persediaan minyak AS yang di luar dugaan. Padahal, para analis sebelumnya memperkirakan stok bakal merosot.

Sebelum tergelincir, Brent sempat mencapai level tertinggi sejak 27 November 2014, yaitu hari di mana Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memutuskan untuk tidak menekan kelebihan pasokan global. Harga minyak selanjutnya anjlok selama bertahun-tahun.

Harga minyak mulai pulih pada 2016 menyusul pembicaraan OPEC untuk melakukan pengaturan pasar dengan bantuan Rusia dan negara non anggota lain. Kesepakatan untuk memangkas produksi dimulai pada Januari 2017.


Sementara, permintaan minyak mentah dari konsumen Asia diperkirakan bakal mencapai puncaknya pada April 2018.

"Harga minyak telah digerakkan ke atas oleh pengetatan pasokan akibat gangguan produksi yang tinggi di Venezuela ditambah pemangkasan (produksi) yang dilakukan oleh OPEC dan Rusia," ujar Analis Commerbank Carsten Fritsch yang menilai permintan minyak mentah terbilang kuat.

Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger mengungkapkan kenaikan permintaan AS, terindikasi dari kuatnya level utilisasi kilang, berefek positif pada kenaikan harga minyak.

"Anda dapat menyingkirkan seluruh berita utama terkait geopolitik (Suriah dan perdagangan) dan jika Anda melakukan itu, Anda masih akan melihat kondisi permintaan yang mengesankan di AS," ujar Yawger. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER