Jakarta, CNN Indonesia --
Harga saham Freeport-McMoran Inc (FCX), induk usaha PT
Freeport Indonesia, mencetak performa terburuk di indeks Standard&Poor 500 pada perdagangan Selasa (24/4), waktu Amerika Serikat (AS). Harga sahamnya tercatat melorot setelah manajemen menyatakan permasalahan di tambang tembaga di Indonesia yang berlarut-larut.
Dilansir dari Wall Street Journal, Rabu (25/4), harga saham perusahaan tambang asal AS itu merosot US$2,73 atau sekitar 15 persen menjadi US$16,08. Penurunan itu tercatat tertajam sejak Januari 2016 lalu di tengah kenaikan harga tembaga.
Biasanya, pergerakan harga komoditas tembaga bakal mempengaruhi pergerakan harga saham Freeport dan perusahaan tambang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, pada perdagangan kemarin, investor menaruh perhatian pada laporan kinerja kuartal I 2018 Freeport yang menunjukkan performa laba dan penjualan yang lebih rendah dibanding ekspektasinya. Hal ini lantas menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap performa di masa mendatang.
Negosiasi antara Freeport dan pemerintah Indonesia untuk menentukan pengendali utama tambang Grasberg, tambang tembang kedua terbesar di dunia, telah berjalan selama bertahun-tahun.
Dalam paparan kepada analis, CEO Freeport Richard Adkerson menyatakan negosiasi dengan
Indonesia berjalan lebih lama daripada perkiraan. Sebelumnya, perusahaan berharap bisa merampungkan negosiasi sebelum paruh pertama tahun ini.
"Investor harus menghadapi ini. Ada ketidakpastian dan kecemasan," ujar Analis B Riley Lucas Pipes.
Menambah kekhawatiran investor, Freeport menyatakan tengah berupaya menyelesaikan tuduhan baru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia terkait limbah dari kegiatan produksi Grasberg, yang lokasinya di pegunungan Indonesia.
Adkerson menyebut tuduhan tersebut sangat mengejutkan dan mengecewakan. Selain itu, ia juga menilai perintah pemerintah agar Freeport memenuhi ketentuan dalam enam bulan tidak realistis dan tidak dapat dicapai.
Perusahaan menerima perintah untuk memenuhi standar pemerintah Indonesia pekan lalu. Namun, hal itu diperkirakan tidak mengganggu kegiatan operasional. Di saat bersamaan, hal tersebut bisa menjadi pengalih perhatian dalam proses negosiasi terkait tambang Grasberg berikutnya.
"Saya khawatir di belakangnya ada motif politis," imbuh Adkerson.
Kendati demikian, Adkerson meyakinkan tindakan KLHK tidak akan mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap asetnya di Indonesia.
Perusahaan juga memangkas proyeksi produksi tembaga pada 2019 akibat temuan kegiatan seismik yang berpotensi menggangu operasional di Level Tambang Dalam Grasberg. Meskipun demikian, beberapa analis memperkirakan hal itu tidak akan berdampak signifikan terhadap produksi jangka panjang.
Freeport berencana untuk menyelesaikan tambang di permukaan Grasberg pada tahun ini sebelum menggali logam di bawah tanah ke depan. Hal yang diantisipasi analis adalah bagaimana bentuk kesepakatan dengan pemerintah nantinya.
Sebagai catatan, investor mendongkrak harga saham perusahaan setelah Freeport pada Agustus 2017 menyatakan bakal menyerahkan porsi kepemilikan saham PTFI dari 90 persen menjadi 49 persen.
Negosiasi Berpotensi Molor Analis juga sempat diyakinkan oleh pemberitaan yang menyatakan pemerintah Indonesia ingin mengambil alih 40 persen hak pastisipasi perusahaan tambang Rio Tinto di tambang Grasberg. Dengan cara itu, negosiasi terkait harga jual saham diharapkan menjadi lebih mudah.
Terkait hal itu, Adkerson menyatakan bahwa evaluasi pemerintah terkait kesepakatan dengan Rio Tinto memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Beberapa pihak khawatir bahwa negosiasi dapat tertunda karena pemilihan presiden tahun depan.
Adkerson menilai musim kampanye telah dimulai dan prioritas politik Presiden Joko Widodo dapat memperlambat progres negosiasi.
"Resolusi terakhir (negosiasi) kemungkinan harus menunggu hingga paruh kedua 2019," tutur Bill Sulivan seorang penasihat hukum untuk perusahaan tambang di Jakarta.
(bir)