Jakarta, CNN Indonesia -- Pengawasan
Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) belum maksimal. Akibatnya, pelanggaran di sektor TKA masih banyak terjadi. Ini menjadi salah satu hasil investigasi atas prakarsa sendiri
Ombudsman mengenai problematika penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka penempatan dan pengawasan TKA di Indonesia.
Investigasi yang dilakukan Ombudsman selama Juni-Desember 2017 di sembilan provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Papua Barat, Sumatra Utama, dan Kepulauan Riau.
Sebelumnya, Tim Pora dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 50 Tahun 2016, Tim Pora beranggotakan instansi dan/atau lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi terkait dengan kegiatan orang asing baik di tingkat pusat maupun daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tingkat pusat, beberapa anggota Tim Pora, antara lain Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Koordinator Penanaman Modal dan Kementerian Keuangan.
"Beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengawasan Tim Pora antara lain ketidaktegasan Tim Pora terhadap pelanggaran yang terjadi di lapangan, keterbatasan Sumber Daya Manusia pengawas, keterbatasan anggaran, dan lemahnya koordinasi antar instansi baik pusat maupun daerah," ujar Komisioner Ombudsman Laode Ida di kantor Ombudsman, Kamis (26/4).
Beberapa contoh pelanggaran di sektor TKA di antaranya, TKA yang secara aktif bekerja namun masa berlaku Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) telah habis dan tidak diperpanjang, perusahaan pembeli kerja kepada TKA tidak dapat dipastikan keberadaanya. Selain itu, masih ada TKA yang bekerja sebagai buruh kasar, dan TKA yang telah menjadi WNI namun tidak memiliki izin kerja.
Direktur BPHK Kementerian Ketenagakerjaan M Iswandi Hari mengungkapkan ke depan memang perlu dilakukan perbaikan pengawasan Tim Pora. Misalnya, dengan melibatkan unsur kalangan masyarakat dalam melakukan pengawasan orang asing seperti tokoh agama, tokoh adat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan perwakilan pihak hotel.
"Kami yang masuk di tim itu juga merasakan, tim perlu dioptimalkan sehingga kejadian pelanggaran bisa ditanggulangi dengan baik," jelasnya.
(bir)