Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak dunia menanjak pada perdagangan Kamis (27/4), waktu Amerika Serikat (AS), meski kurs
dolar AS menguat. Kenaikan harga dipicu oleh risiko pengenaan
sanksi AS terhadap Iran, menurunnya produksi Venezuela, serta penguatan permintaan minyak global.
Dilansir dari Reuters, Jumat (27/4), harga minyak mentah acuan global Brent berjangka terkerek US$0,74 menjadi US$74,74 per barel. Sementara, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) hanya menguat US$0,14 menjadi US$68,19 per barel.
"Harga minyak mengalami pekan yang sangat baik sejauh ini mengingat apa yang telah dilakukan kurs dolar AS," ujar Presiden Blue Line Futures Bill Baruch di Chicago.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurs dolar AS melawan sekeranjang mata uang lain menembus level tertingginya sejak pertengahan Januari 2018. Penguatan dolar AS membuat harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS, salah satunya minyak mentah, menjadi relatif lebih mahal.
"Dolar AS telah menahan kenaikan harga minyak mentah lebih jauh. Saya perkirakan pasar akan menutup pekan ini dengan baik, disebabkan oleh ketidakpastian soal kesepakatan (nuklir) Iran," ujar Baruch.
Penasehat utama pemimpin Iran menyatakan Teheran tidak akan menerima perubahan apapun tentang kesepakatan yang diteken pada 2015. Negara-negara barat tengah menyiapkan paket kebijakan baru untuk membujuk Presiden AS Donald Trump tetap bertahan di kesepakatan Iran.
Pernyataan tersebut keluar sehari setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa ia memperkirakan Trump bakal keluar dari kesepakatan tersebut.
Trump bakal mengambil keputusan terkait jadi tidaknya pengenaan sanksi baru terhadap Iran pada 12 Mei 2018 mendatang. Jika AS keluar, ekspor minyak dari Iran kemungkinan akan tertekan. Harga Brent telah menguat sekitar 6 persen bulan ini akibat adanya ekspektasi bahwa AS akan mengenakan sanksi baru terhadap Iran.
Manajer Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian juga mengungkapkan hal senada. Reli kenaikan harga minyak sepertinya akan terus terjadi dan tengah menunggu pemicu baru untuk mendorong kenaikan lebih jauh, salah satunya pengenaan sanksi.
"Tidak hanya kemungkinan sanksi terhadap Iran, tetapi ada juga kemungkinan sanksi Venezuela dan Rusia," ujar McGillian di Stamford, Connecticut.
Produksi minyak Venezuela telah merosot 40 persen dalam dua tahun terakhir. Awal bulan ini, Uni Eropa menyatakan dapat mengenakan sanksi lebih jauh jika meyakini bahwa terjadi tekanan terhadap demokrasi di Venezuela.
Selanjutnya, data perdagangan Thomson Reuters Eikon menunjukkan impor minyak mentah dari konsumen utama di Asia bakal mencetak rekor baru bulan ini.
Pada akhir April, China kemungkinan bakal mengkonsumsi lebih dari 9 juta barel per hari (bph) minyak mentah, atau hampir 10 persen dari konsumsi minyak global.
Di pasar modal, Kepala Analis Teknis United-ICAP Walter Zimmerman menyatakan kenaikan di tiga indeks saham utama juga menopang penguatan harga minyak.
"Minyak mentah membutuhkan bantuan dari pasar saham untuk mempertahankan level harga yang lebih tinggi," ujarnya.
Sementara, kenaikan produksi minyak AS. yang menyentuh 10,59 juta bph pekan lalu, telah mendorong ekspor AS ke level tinggi baru.
(agi)