Harga Minyak Terkerek Tingginya Tensi Geopolitik

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 26 Apr 2018 06:55 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent menguat menjadi US$74 per barel, sedangkan harga minyak berjangka Amerika Serikat WTI menjadi US$68,05 per barel.
Harga minyak mentah berjangka Brent menguat menjadi US$74 per barel, sedangkan harga minyak berjangka Amerika Serikat WTI menjadi US$68,05 per barel. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah menanjak pada perdagangan Rabu (25/4), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan masih dipengaruhi oleh tingginya tensi geopolitik dan kemungkinan pengenaan sanksi baru terhadap Iran. Di sisi lain, data persediaan minyak AS menunjukkan kenaikan, menahan penguatan harga lebih jauh.

Dilansir dari Reuters, Kamis (26/4), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$0,14 menjadi US$74 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,35 menjadi US$68,05 per barel.

Presiden Perancis Emmanuel Macron secara terang-terangan menantang berbagai kebijakan Presiden AS Donald Trump selama kunjunganya di Washington pekan ini. Macron menilai kesepakatan nuklir internasional, yang mendapat kritik pedas dari Trump, memang tidak sempurna. Namun, kesepakatan itu harus tetap ada, hingga berlaku kesepakatan baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, Trump bakal memutuskan apakah AS akan mengenakan sanksi kembali terhadap Iran pada 12 Mei 2018, yang bisa menjadi langkah awal untuk mengakhiri kesepakatan tersebut.

Kenaikan harga minyak juga ditopang oleh kekhawatiran terhadap produksi minyak mentah Venezuela. Berdasarkan keterangan dari empat sumber terkait, perusahaan minyak AS Chevron telah mengevakuasi pejabat eksekutifnya dari Venezuela setelah dua dari pekerjannya dibui karena sengketa kontrak dengan perusahaan minyak pelat merah Venezuela PDVSA.

Wakil Presiden Tradition Energy Gene McGillian mengungkapkan risiko geopolitik memiliki premi yang cukup tinggi di pasar.

"Bahkan, data yang dirilis oleh Departemen Energi AS belum bisa menggoyahkan keyakinan pasar bahwa keseimbangan pasokan dan permintaan global akan terus mengetat," ujar McGillian.

Pasar pulih dengan cepat dari penurunan harga pasar setelah data persediaan minyak AS menunjukkan peningkatan di bawah yang semestinya, akibat lonjakan ekspor.


Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) pekan lalu, stok minyak mentah AS naik 2,2 juta barel, berlawanan dengan ekspektasi yang memperkirakan stok bakal melorot 2 juta barel. Stok minyak mentah di hub pengiriman Cushing, Oklahoma, naik 459 ribu barel.

Terkereknya biaya pinjaman pemerintah AS ke level tertingginya sejak 2013 telah menahan gairah beberapa investor terhadap risiko. Kendati demikian, beberapa analis menilai harga minyak acuan global Brent kemungkinan masih bisa terdongkrak ke level puncak baru tahun ini, di atas US$75 per barel.

Turunnya pasokan, permintaan yang stabil, tensi geopolitik, dan struktur pasar berjangka yang menguntungkan telah menarik investasi ke sektor perminyakan tahun ini.

Kontrak Brent berjangka dan opsi mencatatkan rekor, dipengaruhi oleh tingginya premi kontrak awal bulan Juni dibandingkan bulan-bulan berikutnya. Hal itu mengakibatkan akan lebih menguntungkan untuk berinvestasi di minyak mentah dalam jangka panjang.


Analis PVM Oil Associates Stephen Brennock menilai prospek terjadinya koreksi ke bawah harga minyak tertahan oleh motif spekulasi.

"Taruhan pada kenaikan harga minyak mentah mendekati level rekor tertingginya,"ujar Brennock.

Kendati demikian, keraguan terhadap kemungkinan aliran modal masuk lebih banyak di masa mendatang menyeruak mengingat saat ini sudah banyak investor yang mengambil posisi beli (long).

Kurva forward Brent saat ini berada di atas US$70 per barel hingga akhir 2018, dan harga akan tetap berada di atas US$60 per barel hingga 2020.

Namun, kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS di atas tiga persen telah menggerakkan kurs dolar ke level tertingginya dalam tiga bulan terakhir. Akibatnya, harga minyak menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Hal ini secara bertahap akan menekan harga minyak meskipun harga minyak dan kurs dolar AS bergerak ke arah yang sama dalam beberapa minggu terakhir. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER