Luhut Tegur Pejabat DPR karena 'Asal Jeplak' Soal TKA

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 08 Mei 2018 19:21 WIB
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengaku menelepon Wakil Ketua DPR yang mengkritisi aturan tenaga kerja asing (TKA) tanpa membaca beleidnya.
Ilustrasi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat untuk memahami dulu Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebelum berkomentar terhadap pemerintah.

Bahkan, ia pun tak segan menegur orang yang berkomentar tentang peraturan baru TKA tanpa mengetahui substansinya terlebih dulu.

Baru-baru ini, Luhut mengaku pernah menghubungi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena berkomentar mengenai TKA. Namun, ketika dikonfirmasi olehnya, sang wakil ketua DPR itu belum membaca aturan yang dimaksud.

Hanya saja, ia tak menyebut Wakil Ketua DPR yang dimaksud. Sebagai informasi, saat ini terdapat lima orang Wakil Ketua DPR antara lain, Fadli Zon, Agus Hermanto, Taufik Kurniawan, Fahri Hamzah, dan Utut Adianto.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya pernah telepon Wakil Ketua DPR, 'Tapi kamu baca perpres TKA itu?' Dia bilang 'Wah, belum', saya bilang saja, kalau belum baca untuk apa komentar? Mau jadi pemimpin apa kamu?" terang Luhut, Selasa (8/5).

Ia mengatakan, Penanaman Modal Asing (PMA) yang ada di Indonesia tentu akan memanfaatkan TKA demi merealisasikan investasi. Namun kadang kala, orang Indonesia sendiri dianggapnya juga tidak mau mengambil kesempatan kerja dari investasi asing yang ada di Indonesia.

Luhut mencontohkan proyek smelter nikel hasil investasi China di Morowali. Baru-baru ini, investor proyek tersebut meminta pemerintah untuk menyetujui tambahan TKA China sebanyak 300 orang. Sang investor menyebut, tambahan TKA itu digunakan demi pengembangan proyek baru.

Luhut awalnya merasa heran. Sebab, sebelumnya investor sudah memasang iklan lowongan bagi 800 tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di Morowali. Kemudian, ia meminta penjelasan atas penambahan TKA China tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari investor, ternyata hanya sembilan orang saja yang lolos dari rekrutmen tersebut. Kebanyakan pelamar, lanjut Luhut, tidak bersedia untuk ditempatkan di daerah terpencil.

"Makanya, ini yang ribut-ribut (soal TKA) lebih baik mencoba dulu jadi agen pekerja. Kami mohon jangan ribut terus (soal TKA), jangan belajar jadi bangsa pembohong. Karena kenyataannya ya memang butuh (TKA)," terang dia.

Di dalam Perpres baru mengenai TKA, kini pemerintah memudahkan syarat-syarat bagi TKA untuk bekerja di Indonesia. Dengan syarat, lapangan kerja yang dituju TKA memang tidak bisa dilakukan oleh tenaga kerja dalam negeri.

Contoh permudahan itu terdapat di pasal 10, di mana pemerintah tidak mewajibkan seluruh TKA untuk memeperoleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disetujui oleh Kementerian dan Lembaga teknis terkait.

Di samping itu, pasal 22 beleid itu juga mengatakan, TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik keras Perpres tersebut lantaran tidak berpihak kepada kepentingan tenaga kerja lokal. Dia mengusulkan DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) mengenai tenaga kerja asing.

"Jadi, bila perlu nanti kita usulkan untuk dibentuk Pansus mengenai tenaga kerja asing, agar lebih punya taring. Bahaya sekali jika pemerintahan ini berjalan tanpa kontrol memadai," kata Fadli Zon.

Serupa, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mengusulkan agar DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket tentang TKA. Pansus itu, nantinya akan menyelidiki seputar penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018.

Menurut Fahri, Perpres tersebut terindikasi melanggar UUD 1945, Undang-undang tentang ketenagakerjaan. Lagipula, aturan itu dibuat pemerintah tanpa berkonsultasi terlebih dulu dengan DPR.

"Saya usul ini diangket, karena Perpres ini melanggar undang-undang. Apapun keputusan pemerintah yang melanggar peraturan undang-undang harus diangket," kata Fahri.

Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA di Indonesia di tahun 2017 tercatat 85,97 ribu orang atau naik 6,97 persen dibanding tahun sebelumnya yakni 80.370 orang. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER