Jakarta, CNN Indonesia --
Persoalan terkait
pelemahan daya beli masyarakat rupanya masih saja hangat untuk dibicarakan. Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan pertumbuhan
konsumsi rumah tangga kuartal I 2018 hanya 4,95 persen atau stagnan dibandingkan kuartal I 2017 sebesar 4,94 persen.
Tak heran, pendapatan rata-rata lima emiten besar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya tumbuh tipis atau tak sampai dua digit. Bahkan, salah satu dari lima emiten itu, yakni PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) masih saja mencatatkan penurunan pendapatan.
Sementara empat lainnya yang berhasil menumbuhkan pendapatannya, antara lain PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee berpendapat kinerja emiten
ritel sesungguhnya bisa dilihat dari pertumbuhan pendapatan masing-masing emiten. Dalam hal ini, ia menyebut pola konsumsi memang masih melambat pada kuartal I 2018.
"Karena kan begini, mereka habis belanja banyak pada momen Natal dan tahun baru pada Desember 2018. Jadi ya Januari sampe Maret belanjanya masih sedikit," ucap Hans Kwee kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (9/5).
Kondisi itu terjadi pada emiten berbasis
ritel yang berjualan pakaian, serta makanan dan minuman (mamin). Maka itu, tingkat konsumsi masyarakat pada kuartal I setiap tahunnya terbilang selalu rendah.
Berdasarkan catatan
CNNIndonesia.com, Matahari Department Store menjadi emiten yang terendah dari segi pertumbuhan pendapatannya, yakni hanya 5,94 persen menjadi Rp1,96 triliun dari Rp1,85 triliun. Alhasil, laba bersih perusahaan hanya naik tipis 1,04 persen dari Rp244,17 miliar menjadi Rp246,73 miliar.
Kemudian, pendapatan Sumber Alfaria Trijaya juga hanya tumbuh satu digit, yaitu 6,61 persen dari Rp13,76 triliun menjadi Rp14,67 triliun. Beruntung, perusahaan mampu menaikkan laba bersih hingga 64,66 persen menjadi Rp120,7 miliar dari sebelumnya yang hanya Rp73,3 miliar.
Realisasi kinerja kedua emiten ini menjadi bukti jika pendapatan
ritel di bisnis pakaian, serta makanan dan minuman memang belum bisa mendaki lebih tinggi pada awal tahun.
Hanya saja, opini itu mungkin tak berlaku bagi Mitra Adiperkasa karena pendapatan perusahaan melambung 19,39 persen dari Rp3,61 triliun menjadi Rp4,31 triliun. Sementara, laba bersih perusahaan pemegang lisensi produk makanan dan minuman serta pakaian dari luar negeri ini melonjak hingga 499,13 persen.
Di sisi lain, emiten
ritel yang menjual alat rumah tangga, Ace Hardware Indonesia juga terlihat masih mampu menaikkan pendapatannya dua digit atau tepatnya 21,7 persen. Sehingga, perusahaan meraup laba bersih Rp208,89 miliar atau naik 35,54 persen.
 Data Kinerja Emiten Ritel Kuartal I 2018. (CNN Indonesia/Timothy Loen) |
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menjelaskan Ace Hardware memang beruntung karena tidak memiliki banyak kompetitor, terutama bila disandingkan dengan emiten ritel lainnya di BEI yang bergerak dalam sektor mamin dan pakaian.
"Jadi kompetisi Ace Hardware tidak ketat, diuntungkan karena itu," ucap Christine.
Menurutnya, emiten ritel yang juga menjual kebutuhan rumah tangga dilakukan oleh PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) karena membawahi gerai Mitra10. Namun, Christine menyebut Ace Hardware dengan Catur Sentosa Adiprana bukanlah kompetitor.
"Kalau dengan Mitra10 juga tidak apple to apple. Jadi memang saingannya dikit sekali," tegas Christine.
Adapun, untuk Ramayana Lestari Sentosa sendiri membukukan penurunan pendapatan sebesar 1,86 persen dari Rp1,07 triliun menjadi Rp1,05 triliun. Anehnya, laba bersih perusahaan justru melambung hingga 410,86 persen menjadi Rp14,67 miliar dari Rp2,87 miliar.
"Itu juga mungkin karena ada penutupan gerainya, jadi kan beban biaya menurun sehingga ada pengaruh ke laba bersih," tutur Christine.
Sepanjang tahun lalu, Ramayana Lestari Sentosa memang telah menutup 16 gerai supermarket yang dinilai merugi demi menekan beban biaya penjualan. Manajemen kembali melakukan kajian ke beberapa gerai supermarketnya yang tidak menghasilkan penjualan sesuai target.
Secara keseluruhan, Christine mengakui pelemahan daya beli belum bisa dikatakan sembuh pada awal tahun ini karena masyarakat belum percaya sepenuhnya dengan perekonomian dalam negeri, sehingga mereka lebih memilih untuk menabung.
"Ditambah nilai tukar rupiah sekarang turun saat daya beli juga belum kuat, jadi orang menjaga dengan simpan uang," tutur Christine.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan siang ini, Jumat (11/5) rupiah terpantau menguat 59 poin ke level Rp14.025 per dolar AS, setelah sempat menguat di sepanjang minggu ini.
Pendapatan Naik di Kuartal II
Kendati kinerja emiten ritel belum memuaskan, sejumlah analis kompak menyebut pendapatan emiten ritel akan melesat pada kuartal II ditopang oleh penjualan selama Ramadan dan Lebaran.
Hans Kwee menyebut penjualan dari momentum Ramadan dan Lebaran setara dengan 30 persen-40 persen dari total penjualan selama satu tahun. Hal ini khususnya terjadi pada Matahari Department Store, Sumber Alfaria Trijaya, dan Ramayana Lestari Sentosa.
"Konsumsi masyarakat sebenarnya mulai banyak lagi Maret, tapi lebih tinggi lagi saat Lebaran," ujar Hans Kwee.
Umumnya, pendapatan emiten ritel memang lebih banyak berasal dari tiga momen, yaitu Lebaran, tahun ajaran baru anak sekolah, dan tahun baru. Menurut Hans Kwee, untuk pendapatan Mitra Adiperkasa biasanya lebih banyak berasal dari momen tahun baru yang bersamaan dengan Natal.
"Memang beda-beda, tapi secara umum kondisi ini tidak bermasalah," jelas Hans Kwee.
Namun, Christine mengungkapkan momen Lebaran tak sepenuhnya mampu mengangkat penjualan Ace Hardware Indonesia karena barang yang dijual bukanlah pakaian dan makanan serta minuman yang biasanya memang menjadi kebutuhan masyarakat saat Ramadan dan Lebaran.
"Kalau Ace Hardware Indonesia biasanya kalau ada sale baru efek ke penjualan, karena barangnya kan untuk kebutuhan rumah tangga," kata Christine.
Ia meramalkan penjualan Ace Hardware Indonesia bisa saja meroket jika industri properti telah bangkit (rebound). Kendati begitu, perusahaan tetap beruntug karena tidak memiliki banyak saingan.
(agi)