Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Keuangan menyebut
defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2018 per akhir April mencapai Rp55 triliun. Angka ini tercatat menurun ketimbang posisi akhir Maret kemarin yang menembus Rp85,8 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan bahwa defisit tersebut mencapai 0,39 persen dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB), jika PDB diasumsikan mencapai Rp14 ribu triliun. Angka ini membaik dibanding bulan sebelumnya yakni 0,58 persen dari PDB.
Luky mengatakan, ini disebabkan karena ada perbaikan dari sisi penerimaan pajak yang tumbuh 11 persen jika dibandingkan tahun lalu. Apalagi menurutnya, pertumbuhan Pajak Pertumbuhan Nilai (PPN) per akhir April juga melonjak 15 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di sisi lain, laju belanja pemerintah terbilang moderat, di mana realisasinya sudah mencapai 25 persen dari target belanja APBN Rp2.220,65 triliun di periode yang sama. "Belanja masih
on track sampai April sudah mencapai 25 persen dari target belanja.
Overall sampai April defisit sangat kecil, yakni Rp55 triliun," terang Luky, Senin (14/5).
Ia mengatakan, defisit itu masih bisa ditutupi dengan pembiayaan yang ada saat ini. Hingga 9 Mei kemarin, total Surat Berharga Negara (SBN) yang sudah diterbitkan mencapai Rp391,85 triliun atau 45,75 persen dari rencana penerbitan sebesar Rp856,47 triliun. Dari angka tersebut, Rp269,83 triliun merupakan Surat Utang Negara (SUN) dan Rp122,01 triliun dihimpun dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Dengan capaian ini, ia juga berharap defisit APBN hingga akhir tahun bisa mencapai 2,14 persen dari PDB atau lebih rendah dari target yakni 2,19 persen dari PDB.
"Ini masih bulan April dan masih bergerak terus outlook-nya terakhir 2,14 persen, masih dinamis. Nanti on the long way akan dilihat lagi bagaimana pergerakannya, karena kan market masih
volatile," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan keseimbangan primer APBN mengalami surplus Rp24,2 triliun pada April 2018. Hal ini berbanding terbalik dengan Maret 2018 yang masih mencatatkan defisit sebesar Rp17,3 triliun dan dibandingkan April 2016 sebesar Rp3,7 triliun.
Keseimbangan primer merupakan penerimaan negara dikurangi belanja, namun di luar pembayaran bunga utang. Ketika keseimbangan primer mencatatkan surplus, artinya penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak lebih besar dibandingkan belanja yang dikeluarkan pemerintah. Ini lantaran penerimaan terbilang moncer di bulan kemarin.
"Pertumbuhan perpajakan mendekati 15 persen pertumbuhannya (dibandingkan tahun lalu) tanpa tax amnesty. Penerimaan pajaknya sebesar 11,2 persen apabila memasukkan penerimaan
tax amnesty," terang Sri Mulyani.
(agi)