Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia mendapatkan dukungan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) serta Dana Internasional untuk Pengembangan Agrikultural (IFAD) karena munculnya persoalan diskriminasi produk
kelapa sawit.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dukungan dari dua badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) itu didapat lantaran adanya diskriminasi pada produk sawit Indonesia. Hal ini terutama terkait dengan masalah kemanusiaan, kemiskinan, kelaparan, agrikultur, dan peningkatan taraf hidup.
"Dukungan IFAD dan FAO banyak. Nanti seperti IFAD itu akan konferensi
back to back (berturut-turut) di Bali, sementara itu mereka juga akan melakukan lobi, begitu juga FAO," kata Luhut seperti dikutip dari
Antara, Kamis (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, pertemuan teknis akan diadakan di Bali Oktober mendatang bersamaan dengan penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia.
Dia mengatakan dukungan tersebut diberikan karena semua pihak sepakat dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) yang target nomor satunya adalah pengentasan kemiskinan.
"Masalah kelapa sawit ini masalah yang harus diselesaikan secara terintegrasi, karena itu menyangkut masalah kemiskinan," katanya.
Luhut berharap publik mendapatkan perbandingan tiga produk utama pertanian yang menghasilkan minyak tersebut agar ada penilaian yang adil terkait dampak lingkungan.
"Jadi kalau memang harus disaingkan ya tidak apa-apa,
palm oil disaingkan
sunflower (bunga matahari) atau dengan
soybean (kedelai)," ungkapnya.
Namun, ia memastikan kelapa sawit lebih unggul karena dapat menghasilkan minyak 10 kali lebih banyak daripada biji bunga matahari dan kedelai.
Sayangnya, perbandingan yang adil tidak pernah muncul karena kampanye negatif yang memberikan stima bahwa minyak sawit berdampak pada kerusakan hutan, membahayakan kesehatan manusia, dan mengganggu habitat hewan yang dilindungi.
Sementara itu, fakta kontribusi industri sawit yang dapat menciptakan lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan di negara-negara berkembang terabaikan.
Luhut menambahkan jika kampanye yang tidak berkeadilan itu tidak diatasi, maka kendala terdekat bagi Indonesia akan terjadi pada 2021, di mana Parlemen Uni Eropa melarang impor sawit untuk penggunaan
biofuels dan
bioliquids, termasuk biodiesel.
"Buat indonesia ada hasil penelitian dari Stanford itu menunjukkan memang yang paling banyak mengurangi kesenjangan kita dari 0,41 ke 0,39 itu adalah kelapa sawit salah satunya yang paling besar. Kalau itu terganggu ini akan merusak nanti beberapa juta orang terkait masalah kemiskinan," katanya.
(antara/bir)