Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memperkirakan
defisit anggaran tahun depan bakal membaik ke kisaran 1,6 hingga 1,9 persen dari
Pendapatan Domestik Bruto (PDB), turun dari target tahun ini sebesar 2,19 persen dari PDB.
"Defisit anggaran ditargetkan bisa menurun di kisaran 1,6 persen hingga 1,9 persen," ujar Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (18/5).
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2019, kebijakan fiskal dalam jangka menengah (2018-2022) tetap diarahkan ekspansif mengingat masih besarnya kebutuhan belanja untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Konsekuensinya, alokasi belanja negara bakal lebih besar dari pendapatan negara dan hibah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 2019, alokasi belanja negara bakal berada di kisaran 14,2 hingga 15,4 dari PDB. Tahun ini, porsi alokasi belanja 14,95 persen dari PDB.
Untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan belanja, maka pendapatan negara dan hibah ditargetkan mencapai 12,7 hingga 13,5 persen dari PDB.
Besaran pendapatan dan hibah tersebut terutama bersumber dari penerimaan perpajakan dengan rasio pajak di kisaran 11,4-11,9 persen. Perhitungan rasio pajak mencakup penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minyak dan Gas (Migas), dan PNBP pertambangan umum.
Guna menutup selisih antara kebutuhan belanja negara dan kemampuan pendapatan negara, pemerintah menggunakan instrumen utang dan nonutang. Pada 2019, rasio utang dipatok di kisaran 28,8 - 29,2 persen terhadap PDB.
Dalam jangka menengah, defisit anggaran bakal mengecil. Pada 2022, defisit anggaran diperkirakan hanya akan ada di kisaran 1,5 hingga 1,6 persen.
Menurunnya angka defisit dalam jangka menengah akan berpengaruh pada keseimbangan primer yang mengarah positif. Keseimbangan primer positif berarti bunga utang dibayar menggunakan pendapatan.
Tahun depan, keseimbangan primer diperkirakan masih negatif pada kisaran 0,3 persen terhadap PDB dengan rentang positif di posisi 0,05 persen terhadap PDB. Pada 2020, keseimbangan primer diharapkan bisa positif di kisaran 0,01-0,05 persen terhadap PDB dan diharapkan meningkat menjadi 0,05 hingga 0,1 persen terhadap PDB pada 2022.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai target defisit pemerintah masih terbilang optimistis mengingat masih ada ketidakpastian dari nilai tukar rupiah dan pergerakan harga minyak serta komoditas.
"Menurut saya, defisit masih akan berada di kisaran dua persen," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com.
Kendati demikian, target defisit tersebut bisa dicapai apabila pemerintah menggenjot penerimaan pajak dengan serius dan tidak membabi buta. Caranya, pemerintah langsung menyasar penyebab rasio pajak Indonesia masih minim misalnya para wajib pajak yang belum terdaftar atau wajib pajak yang sudah terdaftar tapi tidak patuh dalam membayar.
Menurut Yustinus, pemerintah sebenarnya tidak perlu alergi dengan defisit yang tinggi kalau memang untuk keperluan ekspansi. Di saat yang bersamaan, pemerintah perlu memastikan pembiayaan digunakan untuk hal produktif dan keseimbangan primer mengarah ke positif.
"Yang jadi masalah sekarang bagaimana mengoptimalkan pendapatan supaya defisit bisa turun dan keseimbangan primer juga turun. Di sisi lain, pembiayaan untuk hal yang produktif dan tingkat suku bunga yang kompetitif," ujarnya.
(agi/bir)