Jakarta, CNN Indonesia --
Dolar Amerika Serikat (AS) menguat di tengah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang digelar di Quebec, Kanada, pada 8-9 Juni 2018.
Mata uang Negeri Paman Sam itu, tak hanya menguat di antara mata uang negara anggota G7, namun juga perkasa di hadapan mata uang negara Asia.
Di hadapan mata uang sesama negara anggota G7, dolar AS menguat dari euro Eropa sebesar 0,26 persen dan pound sterling Inggris 0,15 persen. Kendati demikian, dolar AS melemah sedikit dari yen Jepang sebesar minus 0,14 persen dan dolar Kanada minus 0,34 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dolar AS menguat 0,65 persen dari won Korea Selatan, 0,62 persen dari peso Filipina 0,62 persen, 0,57 persen dari rupee India, dan 0,41 persen dari rupiah Indonesia.
Dolar AS juga menguat 0,29 persen dari ringgit Malaysia, 0,23 persen dari renmimbi China, 0,16 persen dari dolar Singapura, dan 0,13 persen dari baht Thailand.
Ibrahim, Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka melihat penguatan dolar AS telah terprediksi pada saat digelarnya KTT G7.
Begitu pula, dengan dampaknya terhadap pelemahan rupiah. Hal ini karena sejumlah negara masih mempermasalahkan persoalan perang dagang dengan AS.
"Eropa, Rusia, China, dan Turki itu masih akan mempermasalah persoalan dagang mereka dengan AS," katanya kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu (9/6).
Sejalan dengan rupiah, perdagangan saham di bursa Wall Street juga menguat. Dow Jones naik 75,12 poin atau 0,3 persen dengan berakhir di 25.316,53 poin.
Lalu, S&P500 meningkat 8,66 poin atau 0,31 persen, ditutup di 2.779,03 poin. Sedangkan Nasdaq ditutup meningkat 10,44 poin atau 0,14 persen menjadi 7.645,51 poin.
(dal)