ANALISIS

Masyarakat Kelas Menengah Atas Masih Tahan Konsumsi

Dinda Audriene Mutmainah | CNN Indonesia
Senin, 11 Jun 2018 10:03 WIB
Pengamat menilai masyarakat kelas menengah ke atas masih menahan konsumsi. Selain jenuh, masyarakat kelompok ini memilih untuk menyimpan uang mereka.
Pengamat menilai masyarakat kelas menengah ke atas masih menahan konsumsi. Selain jenuh, masyarakat kelompok ini memilih untuk menyimpan uang mereka. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah yang diyakini membaik tak beriringan dengan konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. Buktinya, momentum Lebaran yang seharusnya mengangkat daya beli masyarakat, karena peningkatan kebutuhan maupun pencairan Tunjangan Hari Raya (THR), tak terasa di kalangan menengah.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menilai masyarakat kelas menengah ke atas tampaknya tak tergiur menghabiskan uangnya untuk berbelanja. Soalnya, kelompok masyarakat itu bisa disebut telah memiliki seluruh barang yang dibutuhkan. "Masyarakat (menengah atas) terbilang sudah jenuh," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (11/6).

Sebut saja, televisi, sepeda motor, atau mobil, tadinya dianggap sebagai barang mewah. Namun, barang-barang itu sudah dimiliki oleh kelompok masyarakat menengah ke atas. Sehingga, konsumsi mereka pun berkurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika sudah punya semua, masyarakat kelas menengah ke atas ini lebih memilih layanan jasa. Misalnya, rumah sakit lebih perhatikan kesehatan dan asuransi. Lalu, pendidikan juga mencari yang lebih baik lagi," terang dia.


Selain itu, masyarakat kelas menengah ke atas juga lebih memilih menggunakan uangnya untuk berlibur, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Kondisi ini otomatis akan menjadi sentimen positif bagi perusahaan biro perjalanan wisata.

"Libur panjang Lebaran ini saja pasti sudah banyak orang Indonesia yang berada di Singapura," kata Rhenald.

Kendati sikap masyarakat menengah ke atas akan menguntungkan bisnis rumah sakit, asuransi, hingga travel, tetapi di sisi lain hal itu akan mempengaruhi perusahaan ritel yang selama ini menyasar segmen kelas menengah ke atas, seperti PT Matahari Department Store Tbk dan PT Mitra Adiperkasa Tbk.

"Dengan kondisi itu tentu akan menyesuaikan (ke kinerja Matahari Department Store dan Mitra Adiperkasa). Beberapa ritel di Amerika Serikat (AS) saja juga tutup," jelasnya.


Sementara, Direktur CORE Indonesai Mohammad Faisal mengatakan masyarakat kelas menengah ke atas justru masih menahan belanjanya karena lebih memilih untuk menyimpan uangnya di dalam rekening tabungan.

Hal itu telah terjadi sejak akhir 2016, di mana sikap masyarakat kelas menengah ke atas juga dipengaruhi oleh spekulasi atas kekhawatiran pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam waktu mendatang.

Apalagi, Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada Mei 2018 menjadi 4,75 persen. Alhasil, masyarakat kelas menengah ke atas semakin khawatir keputusan itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.

"Keputusan ini membuat mereka (masyarakat kelas menengah ke atas) memiliki alasan untuk menahan lagi konsumsinya," tutur Faisal.

Konsumsi Masyarakat Kelas Menengah Atas Masih Tahan KonsumsiIlustrasi konsumsi masyarakat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Untuk itu, ia menyimpulkan pola konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas masih sama persis seperti tahun lalu. Namun, bila dibandingkan dengan April 2018, Faisal berpendapat konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas meningkat.

"Kalau year on year terlihat stagnan, tapi kalau dari month to month meningkat," imbuh Faisal.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey ikut mengamini jika masyarakat kelas menengah ke atas masih menahan belanjanya hingga saat ini dan menggunakannya untuk berlibur.

Beruntung, masyarakat kelas menengah ke bawah membangkitkan penjualan ritel selama Ramadan dan Lebaran tahun ini.


Pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada karyawan swasta, pegawai negeri sipil (PNS), PNS pensiunan, dan pekerja honorer menjadi pendorong masyarakat kelas menengah ke bawah untuk berbelanja.

"Karena yang kelas menengah ke atas masih menahan, tapi bagi masyarakat kelas menengah ke bawah belanja itu menjadi kebutuhan utama, jadi konsumsinya tinggi," ucapnya.

Lihatlah, Roy mengklaim jumlah pengunjung ritel secara keseluruhan meningkat 15-20 persen setelah THR dibagikan pada pekan lalu. Ia optimistis penjualan ritel selama Ramadan dan Lebaran tahun ini ikut terkerek 15-20 persen.

Jika target itu benar teralisasi, maka penjualan ritel dapat dikatakan bangkit kembali pada Ramadan dan Lebaran tahun ini. Pasalnya, pada Ramadan dan Lebaran tahun lalu, penjualan ritel hanya tumbuh lima sampai enam persen.


"Itu (realisasi tahun lalu) terendah selama 10 tahun terakhir," tandas Roy.

Nasib Ritel Kelas Kakap

Meski konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas berkurang, tetapi bukan berarti bisnis ritel yang menyasar masyarakat di kelompok tersebut langsung turun signifikan.
Kepala Riset PT Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido mengungkapkan pendapatan masyarakat sebanyak dua kali gaji dalam satu bulan bisa membuat masyarakat kelas menengah ke bawah berbelanja barang di toko yang selama ini tak dikunjungi karena harganya mahal.

"Biasanya perilaku kelas menengah ke bawah ketika mendapat dua kali gaji, misalnya biasanya mereka ke gerai Ramayana, nah nanti bisa ke Matahari juga," papar Kevin.


Menurut Kevin, hal itu dilakukan karena masyarakat kelas menengah ke bawah bisa dikatakan tak terbiasa mendapatkan uang dalam jumlah banyak, berbeda dengan masyarakat kelas menengah ke atas yang sudah terbiasa dengan nominal gaji besar.

"Jadi, peluang terbuka untuk ritel besar, tapi memang peningkatan penjualan ritel, seperti Ramayana akan lebih tinggi dibandingkan Matahari dan Mitra Adiperkasa," terang dia.

Untuk mengingatkan, persoalan daya beli masyarakat di Indonesia menjadi topik yang hangat dibicarakan sejak tahun lalu. Bagaimana tidak? pengusaha ritel terpaksa 'mengelus dada' karena penjualannya hanya tumbuh lima persen saat Ramadan dan Lebaran tahun lalu.

Kondisi yang sama juga masih terjadi hingga kuartal I 2018, di mana pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,95 persen atau stagnan dibandingkan kuartal I 2017 sebesar 4,94 persen.

Konsumsi Masyarakat Kelas Menengah Atas Masih Tahan KonsumsiIlustrasi daya beli masyarakat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Beruntung, lima perusahaan ritel terbesar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada kuartal I 2018 mampu membukukan kinerja positif.

Lima emiten yang dimaksud, antara lain Matahari Department Store, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), Mitra Adiperkasa, dan Ramayana Lestari Sentosa.

Bila dirinci, kenaikan laba bersih tertinggi diraih oleh Mitra Adiperkasa sebesar 499,13 persen menjadi Rp351,19 miliar dibandingkan kuartal I 2017 yang hanya Rp58,61 miliar.

Peningkatan laba bersih itu diikuti oleh Ramayana Lestari Sentosa di angka 410,86 persen dari Rp2,87 miliar menjadi Rp14,67 miliar. Kemudian laba bersih Sumber Alfaria Trijaya dan Ace Hardware Indonesia masing-masing naik 64,66 persen dan 35,54 persen.

Sementara, laba bersih Matahari Department Store hampir stagnan atau tumbuh tipis 1,04 persen dari Rp244,17 miliar menjadi Rp246,73 miliar. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER