Jokowi Pangkas Tarif Pajak UMKM, Akumindo Minta Gratis

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jun 2018 08:26 WIB
Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) meminta Presiden Jokowi tak hanya memangkas, tetapi meniadakan pajak bagi pelaku UMKM.
Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) meminta Presiden Jokowi tak hanya memangkas, tetapi meniadakan pajak bagi pelaku UMKM. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) tak puas dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memangkas pajak bagi sektor usahanya dari satu persen menjadi 0,5 persen. Mereka meminta Jokowi tak hanya memangkas, tetapi meniadakan pajak bagi UMKM.

M. Ikhsan Ingratubun, Ketua Akumindo menjelaskan pelaku UMKM, khususnya usaha mikro seperti pedagang kaki lima biasanya dirintis dengan modal sendiri dan memiliki keuntungan yang kecil. Mereka, menurut dia, masih membutuhkan insentif pajak agar usahanya dapat berkembang.

Ia pun menuntut aksi nyata dari konsep ekonomi kerakyatan yang selama ini didengungkan pemerintah. Menurutnya, dengan konsep tersebut, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kalangan kecil, termasuk pedagang kaki lima.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Usaha kecil ini jangan dikenakan pajak dulu, tapi untuk usaha yang menengah dan ke atas itu silakan saja. Coba optimalkan dari pengusaha besar saja," ujar Ikhsan di kawasan Harmoni, Rabu (27/6).

Lebih lanjut, ia bilang, tarif 0,5 persen sejatinya tidak melegakan UMKM. Sebab, di negara-negara lain, kebijakannya justru lebih baik. Ia mencontohkan, pemerintah China yang justru memberikan pajak nol persen bagi pengusaha dengan omzet Rp60 juta per bulan pada 2020 mendatang. "Seharusnya ini bisa seperti China," katanya.

Di sisi lain, ketentuan baru pajak UMKM dari pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 itu, juga mewajibkan pembukuan bagi UMKM. Baginya, ini menyulitkan pengusaha kecil.

"Pembukuan ini membuat kami harus mengeluarkan biaya lagi. Saat ini kalau pembukuan ke konsultan pajak, paling murah Rp5 juta. Saya khawatir ini hanya menghidupkan konsultan pajak saja," ucapnya.


Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menilai permintaan Akumindo itu justru memberi kesan tidak adil dan membuat UMKM tak bisa berkontribusi maksimal pada negara.

Menurutnya, selama menjadi warga negara yang memiliki pendapatan sesuai dengan batas pengenaan pajak, menjadi kewajiban bagi warga negara untuk membayar pajak. Dengan begitu, sumbangan pajak lebih merata dari semua kalangan.

Hanya saja, demi keadilan, pengenaan pajak berdasar pada jenis dan besarnya pendapatan yang diterima.

"Kalau ditiadakan, ini justru menihilkan peran UMKM kepada negara. Kami tidak mau seperti itu," kata Yoga, sapaan akrabnya.


Lebih lanjut, ia bilang sumbangan dari UMKM sangat penting bagi negara. Sebab, jumlahnya yang banyak membuat sumbangan kepada negara juga besar.

Berdasarkan data DJP Kemenkeu, jumlah partisipasi dan pembayaran pajak dari UMKM meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut, menurut dia, menunjukkan bahwa UMKM tak keberatan untuk membayar pajak kepada negara.

Pada 2013, tercatat ada 220 ribu Wajib Pajak (WP) dari sektor UMKM dengan jumlah pembayaran pajak mencapai Rp428 miliar. Lalu, pada 2014 meningkat menjadi 532 ribu WP dengan pembayaran Rp2,2 triliun dan 2015 menjadi 578 ribu WP dengan pembayaran Rp3,5 triliun.

Kemudian, pada 2016 dan 2017, masing-masing meningkat menjadi 1,04 juta WP dengan penbayaran Rp4,3 triliun dan 1,5 juta WP dengan pembayaran Rp5,82 triliun.


Bahkan, pada program pengampunan pajak (tax amnesty), Yoga bilang kontribusi UMKM sebesar Rp22 triliun atau setara 19,29 persen dari total penerimaan mencapai Rp114 triliun. "Kalau dari jumlah WP, sekitar 45 persennya dari kalangan UMKM. Artinya, mereka mau dilibatkan," tekannya.

Sedangkan mengenai pembukuan, Yoga bilang, sejatinya pemerintah ingin para UMKM naik kelas menjadi WP yang lebih bertanggungjawab dan transparan.

"Kami tidak boleh membiarkan UMKM terus-menerus menjadi tradisional. Kami harus buat mereka naik kelas, bukan hanya dari sisi penjualan, tapi juga kualitas bisnis yang lebih baik," katanya.

Di sisi lain, menurutnya, pembukuan justru menjadi modal tambahan bagi UMKM ketika ingin mencari permodalan, misalnya ketika meminjam kredit bank. Hal itu bisa lebih memuluskan pengusaha untuk mendapatkan kredit untuk modal mengembangkan usaha. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER