Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah membentuk perusahaan pengelola investasi (
BUMN Fund) bernama PT Bandha Investasi Indonesia demi menggaet investor guna mendanai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Tujuannya, untuk menciptakan sumber dana baru dan tidak menggantungkan nasib pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri BUMN
Rini Soemarno mengatakan perusahaan itu terbentuk dari hasil patungan delapan BUMN, yaitu PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), PT Danareksa (Persero), PT Asuransi Jasa Raharja (Persero), PT Askrindo (Persero), PT Asuransi Jasindo (Persero), PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero), dan Perum Jamkrindo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Potensi BUMN ini besar, terlihat dari asetnya sudah Rp7.200 triliun. Apalagi perusahaan asuransi dan dana pensiun itu bisa menempatkan dana di sini," ujar Rini di kantornya, Kamis (28/6).
Ia bilang, dengan skema patungan maka perusahaan dibentuk dari setoran modal dasar masing-masing BUMN sekitar Rp30 miliar. Namun, ia ingin ke depannya setoran modal bisa ditingkatkan.
"Masa hanya Rp30 miliar, malu saya, seharusnya Rp100 miliar paling tidak, kan asetnya besar, itu Khazanah dan Temasuk tidak ada apa-apanya suatu hari," celetuknya.
Berdasarkan dasar pembentukan, Bandha nanti bertugas untuk menggaet investor, baik dari sesama kalangan BUMN, perusahaan swasta domestik, hingga perusahaan asing untuk mengalirkan pendanaan ke proyek infrastruktur.
Ia ingin kehadiran BUMN Fund ini bisa memberikan arahan dan kepercayaan bagi investor untuk masuk ke proyek. "Selama ini investor tidak tahu detail, jadi belum masuk. Makanya dengan ini, seperti jendela yang juga aman bagi investor," imbuhnya.
Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan saat ini sudah ada 114 proyek infrastruktur yang membutuhkan pendanaan lebih lanjut.
Namun, dari jumlah itu, Bandha masih perlu menganalisa proyek mana yang paling tepat untuk ditawarkan ke investor. Hanya saja, ia belum ingin bersuara terkait proyek-proyek yang paling potensial.
Nantinya, investor juga bisa mengalirkan dananya sebagai ekuitas hingga membeli surat utang (obligasi) yang diterbitkan BUMN. Namun, terkait BUMN mana pula yang diproyeksikan, masih enggan dibaginya. Hanya saja, ia memastikan BUMN yang bisa mendapat ekuitas merupakan perusahaan yang kompetitif dan menarik dari sisi bisnis.
Artinya, BUMN yang sudah sekarat tidak masuk dalam hitungan ini. "Kalau BUMN yang merugi, itu nanti diambil BUMN yang lain. Jadi tidak untuk menambal BUMN yang merugi," jelasnya.
Di sisi lain, terkait teknis pelaksanaan perusahaan, Aloy masih enggan merinci. Namun, target terdekat ialah dana kelolaan dalam satu tahun ke depan diharapkan bisa menembus Rp1,8 triliun. Sedangkan efektivitas perusahaan mengelola investasi setidaknya membutuhkan waktu tiga tahun ke depan.
Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menambahkan keberadaan Bandha ke depan tentu akan mampu menambah pendanaan proyek dan modal BUMN.
Saat ini, ia bilang, kebutuhan proyek infrastruktur setidaknya mencapai Rp1.000 triliun per tahun dan capex BUMN hanya sekitar Rp583 triliun. Namun, ia menegaskan penambahan modal bagi BUMN akan berlaku untuk perusahaan, bukan untuk holding.
Maklum, saat ini pemerintah juga tengah membentuk holding berdasarkan sektor bisnis BUMN. "Ini fokusnya lebih ke proyek, karena APBN dan capex BUMN tidak mencukupi. Tidak ada kaitannya dengan holding," pungkasnya.
(lav)