Jakarta, CNN Indonesia -- Kenaikan
harga telur ayam beberapa hari belakangan ini tidak menurunkan minat masyarakat membeli kebutuhan pokok tersebut.
Terbukti, walau harga telur sudah terkerek Rp6 ribu dari Rp22 ribu menjadi Rp30 ribu per kilogram (kg) permintaan masih tetap tinggi. Tingginya minat tersebut tercermin dari angka penjualan yang masih stabil sampai saat ini.
Salah satu penjual telur ayam di Pasar Griya Bukit Jaya, Gunung Putri, Bogor Aci misalnya, mengatakan bahwa di kiosnya sampai saat ini penjualan masih mencapai Rp120 kg per hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, semenjak sepekan kemarin telur ayam sudah merangkak naik dari Rp22 ribu menjadi Rp29 ribu per kg. Perubahan, kata Aci, hanya terjadi pada tipe pembeli. Kenaikan harga telah merubah pembelian telur di kiosnya.
Selama ini pembeli kebanyakan berasal dari kalangan pemilik warung makan, kelontong, katering. Setelah harga naik, pelanggan tersebut mengurangi jumlah pembeliannya.
Pengurangan pembelian tersebut kemudian diisi oleh pembeli rumahan. "Karena mungkin mereka merasa kalau beli di warung biasa jatuhnya akan lebih mahal," katanya kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (11/7).
Perubahan juga terjadi pada upaya dia dalam mendapatkan pasokan telur. Kenaikan harga membuatnya harus lebih keras dalam mencari pasokan telur.
Selama ini, dia hanya mengandalkan satu agen untuk mendapatkan pasokan telur 900 kg per minggu. Tapi, sekarang itu tidak bisa dilakukan lagi karena pasokan telur ayam agen tersebut tidak sebanyak waktu harga telur masih normal.
"Jadi, memang pasokannya kan juga sedang turun, kalau andalkan agen satu itu kurang, makanya cari lagi supaya jumlah telur ayam di sini tetap sama," tutur Aci.
Kondisi sama juga dialami penjual telur ayam lainnya di Pasar Griya Bukit Jaya Sri Santini (35 tahun). Walaupun naik, pembeli tetap mencari telur ayam di kiosnya.
Sri mengatakan menjual telur Rp28 ribu per kg, lebih murah dibanding Aci. Ia sengaja tidak ambil untung besar, yaitu Rp 1.200 per kg.
Strategi tersebut dijalankannya agar jumlah telur yang dijual lebih banyak. "Beda sedikit kan lumayan kalau banyak yang dijual," jelas Sri.
Sama seperti Aci, ia juga perlu mencari beberapa distributor agar tetap bisa menjual telur ayam sesuai dengan jumlah yang diinginkan. Rata-rata, Sri menjual 350 kg dalam dua hari.
"Saya beli telur ayam lagi kalau pasokan di sini sudah habis, 350 kg itu bisa dua hari tapi kadang satu hari setengah sudah habis," katanya.
Beli di Pasar
Pembeli telur ayam Yanti mengatakan walau tidak mengurangi pembelian, dia harus rela berupaya keras agar bisa mendapatkan telur.
Kini, ia harus membeli telur ayam ke pasar secara langsung. Maklum saja, bila membeli telur di warung dekat rumah, ia harus mengeluarkan Rp16 ribu untuk setengah kg telur atau Rp32 ribu untuk 1 kg.
Harga tersebut lebih mahal Rp2.000 sampai dengan Rp4.000 dibanding di pasar. Buat Yanti, selisih tersebut cukup besar.
Apalagi, ia bisa membeli telur sampai dengan Rp10 kg untuk bisnis kuenya.
"Untuk keluarga memang cuma satu, dua kg, tapi untuk kue bisa banyak, sampai 10 kg," terang dia.
(agt/bir)