Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp14.442 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan pasar spot hari ini, Kamis (19/7). Posisi ini merosot 28 poin atau 0,19 persen dari akhir perdagangan kemarin, Rabu (18/7) di Rp14.414 per dolar AS.
Bersama rupiah, seluruh mata uang di kawasan Asia ikut rontok di hadapan dolar AS. Renmimbi China melemah 0,9 persen, rupee India minus 0,62 persen, dan dolar Singapura minus 0,47 persen.
Lalu, baht Thailand minus 0,47 persen, peso Filipina minus 0,18 persen, ringgit Malaysia minus ,016 persen, yen Jepang minus 0,15 persen, won Korea Selatan minus 0,08 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu pula dengan mata uang negara maju. Rubel Rusia melemah 0,69 persen, dolar Australia minus 0,64 persen, poundsterling Inggris minus 0,56 persen, dolar Kanada minus 0,47, euro Eropa minus 0,33 persen, dan franc Swiss minus 0,32 persen.
Ariston Tjendra, Analis Monex Investindo mengatakan pelemahan rupiah hari ini lebih didorong oleh penguatan dolar AS, terbukti karena seluruh mata uang di dunia kompak melemah di hadapan mata uang Negeri Paman Sam itu.
Penguatan dolar AS sendiri didorong oleh pernyataan Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell yang memberi sinyal bahwa kenaikan
bunga acuan bank sentral AS untuk yang ketiga kali pada tahun ini akan terjadi pada September mendatang.
"Sinyalnya bahkan kenaikan bunga acuan masih dua kali lagi, pada September dan diperkirakan akan lagi terjadi pada Desember," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Selain itu, menurutnya, pelemahan rupiah kembali berlanjut karena bank sentral nasional baru saja mengumumkan penahanan tingkat bunga acuan di posisi 5,25 persen. Ia menilai penahanan bunga acuan ini karena arah kebijakan BI sudah mulai mengikuti tren kenaikan bunga acuan The Fed.
"Kelihatannya BI tidak mau terlalu cepat menaikan bunga acuan lagi karena takutnya nanti mereka kehabisan langkah saat merespons kenaikan bunga The Fed. Jadi kenaikan bunga BI baru akan dilakukan lagi jelang atau sesudah The Fed menaikan bunga," terangnya.
Lebih lanjut, ia memperkirakan pelemahan rupiah dalam beberapa waktu ke depan akan kian berat, bahkan rupiah diperkirakan bisa tembus ke kisaran Rp14.540 per dolar AS bila pelemahan terus terjadi.
Walhasil, BI dilihat perlu menyiapkan antisipasi agar pelepasan dolar AS tak semakin marak terjadi dalam beberapa waktu ke depan guna menjaga nilai tukar rupiah.
Untuk menjaga rupiah, sambungnya, BI perlu berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan bahwa kondisi fundamental ekonomi tetap kuat, khususnya dari sisi neraca perdagangan.
"Neraca perdagangan Juni sudah surplus, kalau Juli dan Agustus bisa surplus lagi, itu menunjukkan konsistensi dan bisa meningkatkan kepercayaan pasar," pungkasnya.
(lav)