Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelaksanaan mandatori
biodiesel B20 oleh Indonesia bisa membantu menahan pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi akhir-akhir ini.
Meski negara mengalami defisit transaksi berjalan, Luhut meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara, sekaligus mendongkrak kurs rupiah yang kini tengah anjlok ke level Rp14.500.
Luhut menegaskan pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena secara fundamental ekonomi Indonesia masih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya seperti dikutip Antara, Jumat (20/7).
Selama ini, neraca transaksi berjalan yang terus mengalami defisit menjadi faktor domestik membuat nilai tukar rupiah terus tergerus. Hal itu dipersulit dengan tekanan ekonomi eksternal.
"Tapi tadi mau menggunakan B20, kami hitung penerimaan hampir US$4 miliar dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit current account (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Luhut memastikan kondisi rupiah tidak perlu dikhawatirkan meski kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia hari ini menunjukkan rupiah diperdagangkan di level Rp14.520 per dolar AS. Angka itu melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp.14.418 per dolar AS.
"
Overall (secara keseluruhan) saya kira tidak ada yang harus dikhawatirkan," imbuh Luhut.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan pergerakan rupiah masih melemah seiring imbas kenaikan dolar AS yang masih merespons pidato Gubernur Bank Sentral AS
(The Federal Reserve) Jerome Powell akan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang stabil.
Optimisme Powell menyiratkan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve sebanyak dua kali lagi di sisa tahun, setelah kenaikan dua kali pada semester I 2018.
"Meskipun di sisi lain Powell tidak menyampaikan secara detil kebijakan moneter The Fed ke depannya," ujar dia.
(antara)