Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika nilai tukar rupiah terus terkapar seperti saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) rasanya sulit untuk kembali ke area 6.000.
Namun, bukan berarti pelaku pasar tak bisa berinvestasi di pasar saham ketika rupiah keok. Sebab, sejumlah emiten berorientasi ekspor justru bersorak riang karena pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpeluang mendorong kinerja keuangan perusahaan.
Analis efek sepakat apresiasi dolar AS terhadap rupiah memberikan sentimen positif bagi emiten berbasis perkebunan, pertambangan, dan tekstil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, rupiah semakin lunglai sepanjang pekan lalu. Pada Jumat (20/7) kemarin, rupiah sempat menyentuh area sekitar Rp14.500 per dolar AS.
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengatakan dua emiten perkebunan yang disinyalir mengambil untung dari kondisi seperti ini, yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
"Emiten sejenis ini memiliki ketahanan kinerja keuangan karena hampir 70 persen berorientasi ekspor dan menghasilkan produk dasar, seperti minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO)," tutur Lucky kepada
CNNIndonesia.com, Senin (23/7).
Bila sebagian besar komoditas dijual secara ekspor, maka pendapatan perusahaan mayoritas akan berbentuk dolar AS. Dengan begitu, perusahaan akan mendapat untung lebih besar ketika mengonversi pendapatannya ke dalam kurs rupiah.
"Kinerja semester I 2018 ini diprediksi naik," sambung Lucky.
Bila menilik kinerja keuangan kedua emiten tersebut pada kuartal I 2018, Astra Agro Lestari dan Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia kompak membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih.
Astra Agro Lestari misalnya, laba bersih perusahaan tercatat turun 55,03 persen menjadi Rp355,45 miliar dari kuartal I 2017 sebesar Rp790,45 miliar. Hal ini karena pendapatan perusahaan yang juga turun 1,11 persen dari Rp4,49 triliun menjadi Rp4,44 triliun.
Sementara itu, laba bersih Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia anjlok 64,6 persen menjadi hanya Rp115,99 miliar dari sebelumnya yang mencapai Rp327,68 miliar. Penurunan ini terjadi lantaran pendapatan perusahaan merosot menjadi Rp868,33 miliar, sedangkan pada kuartal I 2017 tembus Rp1,46 triliun.
"Dengan kondisi rupiah seperti ini target harga saham (AALI dan LSIP) bisa naik 7 persen dari angka penutupan Jumat (20/7) kemarin," sambung Lucky.
Pada akhir pekan lalu, harga saham Astra Agro Lestari berakhir di level Rp10.650 per saham atau ditutup stagnan. Kemudian, Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia menguat 2,06 persen ke level Rp990 per saham.
Selain itu, saham pertambangan yang akan diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah, antara lain PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
"Ketika dolar AS menguat itu bagus untuk emiten pertambangan, mayoritas kan eksportir, harga komoditas juga oke," papar Lucky.
Lucky menjabarkan harga emas berjangka Comex pada akhir pekan lalu meningkat 0,64 persen ke level US$ 1.231,9 per troy ounce. Menurutnya, harga emas masih akan menguat hingga ke level US$1.255,00 per troy ounce.
"Harga batu bara juga masih di sekitar US$100 per metrik ton," imbuh Lucky.
Selanjutnya, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menyebut PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex juga akan menikmati keuntungan dari depresiasi rupiah.
Maklum, emiten berbasis tekstil ini juga merambah pasar luar negeri sebagai target konsumennya. Merujuk pada laporan keuangan emiten pada kuartal I 2018, perusahaan memasarkan produknya ke Asia, Eropa, AS, Amerika Latin, Uni Emirat Arab, Afrika, dan Australia.
Total penjualan ekspornya saja pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar US$145,37 juta, sedangkan penjualan domestik hanya US$122,46 juta. Walhasil, total penjualan kuartal I 2018 sebesar US$267,83 juta.
"Kinerja Sri Rejeki Isman juga konsisten meningkat, mungkin tahun ini bisa dua kali lipat naiknya," ucap Nafan.
Dalam hal ini, Sri Rejeki Isman mencatatkan kenaikan penjualan sebesar 49,57 persen pada kuartal I 2018 dari posisi kuartal I 2017 sebesar US$179,06 juta.
Tak heran, laba bersih perusahaan ikut terdongkrak 84,63 persen dari US$22,39 juta menjadi US$41,34 juta.
Adapun, harga saham Sri Rejeki Isman pada akhir pekan lalu naik 1,74 persen ke level Rp350 per saham. Saham Sri Rejeki Isman terpantau terus menanjak sejak Kamis (19/7) kemarin, di mana saat itu harga saham ditutup di level Rp334 per saham.
(lav)