Dana Sawit Bisa untuk Mandatori Biodesel Solar Nonsubsidi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 26 Jul 2018 09:17 WIB
Pemerintah bakal memperluas pemanfaatan dana sawit tak hanya untuk mandatori pencampuran biodiesel pada solar subsidi, tetapi juga solar nonsubsidi.
Pabrik pengolahan kelapa sawit. (Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyebut revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Pemanfaatan Dana Perkebunan Kelapa Sawit bakal segera terbit.

Melalui revisi aturan ini, pemerintah bakal memperluas pemanfaatan dana sawit untuk mandatori pencampuran biodiesel dari yang semula hanya untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar subsidi (public service obligation/PSO) menjadi termasuk solar nonsubsidi (non-PSO).

"Yang tidak PSO itu seperti solar ke sektor industri pertambangan, pembangkit listrik," ujar Staf Ahli Menteri Energgi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Ekonomi Sumber Daya Dadan Kusdiana di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Rabu (25/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut dia, aturan revisi Perpres 61/2015 saat ini sedang disirkulasi dan tengah menunggu paraf para menteri. Setelah melalui proses sirkulasi, draft revisi tersebut akan dibawa ke Sekretariat Negara (Sekneg) untuk selanjutnya diteken oleh Presiden Joko Widodo.

Dana sawit merupakan insentif untuk menutup selisih harga biosolar dengan solar pasar. Sesuai peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 12 tahun 2015, sejak tahun lalu pemerintah telah mewajibkan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar 20 persen ke BBM jenis solar (B-20).

Berdasarkan proyeksi pemerintah, jika kebijakan B-20 diperluas ke penggunaan solar non-PSO, konsumsi biodiesel bisa meningkat dari 3,12 juta kl menjadi 6,32 juta kl untuk memenuhi kebutuhan solar yang mencapai 31,62 juta kl.


Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap bisa mengurangi kebutuhan impor minyak mentah. Hal ini penting mengingat neraca perdagangan Indonesia hingga paruh pertama tahun ini tercatat defisit

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) selama Januari-Juni 2018, neraca dagang Indonesia defisit US$1,02 miliar. Defisit terjadi karena secara kumulatif ekspor hanya sebesar US$88,02 miliar sedangkan impor paruh pertama tahun ini mencapai US$89,04 miliar.

Khusus untuk impor migas, sepanjang semester I 2018 tercatat mencapai US$14,04 miliar atau melonjak 20,82 persen dari posisi tahun lalu US$11,62 miliar. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER