Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah ditutup di posisi Rp14.417 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir penutupan pasar spot hari ini, Jumat (27/7). Posisi ini menguat 46 poin atau 0,32 persen dari penutupan kemarin, Kamis (26/7) di Rp14.463 per dolar AS.
Pada akhir perdagangan hari ini, rupiah berhasil berbalik arah dari pagi tadi di zona merah. Rupiah kini berada di zona hijau dan menguat paling tinggi dibandingkan mata uang negara lain.
Berbanding terbalik, berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah justru berada di posisi Rp14.483 per dolar AS atau melemah 40 poin dari kurs kemarin di posisi Rp14.443 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersama rupiah, beberapa mata uang negara di kawasan Asia turut menguat, seperti peso Filipina 0,13 persen, won Korea Selatan 0,13 persen, dolar Singapura 0,04 persen, dan yen Jepang 0,04 persen.
Namun, beberapa diantaranya justru melemah di hadapan dolar AS, seperti dolar Hong Kong minus 0,01 persen, rupee India minus 0,04 persen, ringgit Malaysia minus 0,09 persen, baht Thailand miinus 0,23 persen, dan renmimbi China minus 0,52 persen.
Sementara mayoritas mata uang negara maju justru melemah dari dolar AS, mulai dari dolar Australia minus 0,03 persen, rubel Rusia minus 0,05 persen, poundsterling Inggris minus 0,1 persen, euro Eropa minus 0,12 persen, dan franc Swiss minus 0,24 persen. Hanya dolar Kanada yang menguat 0,05 persen.
Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong menilai rupiah mampu berada di atas angin pada akhir penutupan hari ini karena ada intervensi dari bank sentral.
"Rasanya penguatan rupiah beberapa hari ini dimanfaatkan BI untuk intervensi, sehingga menguat tinggi dibandingkan mata uang negara lain," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com.
Menurutnya, langkah ini dilakukan BI saat ini agar posisi rupiah siap menerima tekanan pada pekan depan. Sebab, ia memperkirakan rupiah berpotensi melemah pada pekan depan karena beberapa sentimen eksternal, seperti rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam hingga pernyataan pimpinan bank sentral AS, The Federal Reserve.
Selain itu, rupiah juga disokong sentimen positif dari pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan para eksportir kemarin. Pertemuan itu menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memulihkan neraca perdagangan sekaligus menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Presiden berharap dengan peningkatan ekspor, dapat meningkatkan suplai dolar AS di dalam negeri dan turut mengembalikan dana-dana yang sudah terlanjur ke luar," katanya.
Di sisi lain, ada sentimen pasar yang tengah menanti rilis data perekonomian AS, sehingga membuat indeks dolar AS stagnan.
Untuk pekan depan, Lukman memperkirakan rupiah berpotensi melemah karena sentimen eksternal. Sedangkan sentimen internal, yaitu rilis data inflasi Indonesia diperkirakan tidak bisa menopang rupiah. Sebab, inflasi diperkirakan tidak berubah drastis dari bulan-bulan sebelumnya.
"Awal minggu di bulan pertama itu biasanya memang sangat rentan bagi mata uang di dunia, tidak hanya rupiah karena data-data ekonomi yang rilis di awal bulan berpotensi menimbulkan
volatile bagi mata uang," pungkasnya.
(agi)