Kerugian Garuda Indonesia Susut Jadi US$116 Juta

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Senin, 30 Jul 2018 20:49 WIB
PT Garuda Indonesia Tbk melaporkan masih mencatatkan kerugian US$116,85 juta pada semester I 2018, atau menyusut 58,55 persen dari US$281,92 juta tahun lalu.
Garuda Indonesia. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melaporkan masih mencatatkan kerugian US$116,85 juta sepanjang paruh pertama tahun ini, atau menyusut 58,55 persen dari angka kerugian yang diderita perusahaan pada periode yang sama tahun lalu US$281,92 juta.

Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan penurunan kerugian itu disebabkan terjadi kenaikan pendapatan operasional sebesar 5,9 persen dari US$1,8 miliar menjadi US$1,9 miliar.

"Ini ditunjang oleh peningkatan jumlah penumpang, peningkatan angkutan kargo, peningkatan utilisasi pesawat, efektifitas program efisiensi, dan peningkatan kinerja anak perusahaan," papar Pahala, Senin (30/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurutnya, jumlah penumpang Garuda Indonesia sepanjang semester I 2018 naik 8,3 persen menjadi 18,7 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, Pahala mengklaim jumlah kargo yang diangkut naik 2,7 persen menjadi 225 ribu ton.

Khusus untuk penjualan tiket, Pahala menyebut tujuan favorit atau terbanyak memberikan kontribusi terhadap penjualan tiket, yakni rute Jakarta-Denpasar dan Asia Tenggara.

"Secara penjualan 65 persen masih di dalam negeri (rutenya)," terang Pahala.


Maka itu, Pahala berharap bisa menaikkan penjualan tiket rute internasional agar kontribusi penjualan antara internasional dan domestik bisa berimbang.

Pada akhir tahun ini, Pahala sempat menargetkan perusahaan membukukan laba bersih sebesar US$8-US$10 juta. Namun, kenaikan harga avtur di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini, Pahala mengaku akan mengkaji kembali target tersebut.

"Angka belum, kami masih perlu lihat lagi pengaruhnya. Apa ada sumber pendapatan lain yang bisa dioptimalkan," jelas Pahala.

Pahala menambahkan kenaikan biaya avtur secara tahunan meningkat 12 persen menjadi US$639 juta dari sebelumnya yang hanya US$571 juta.


Sementara itu, nilai tukar rupiah masih betah di area Rp14.400 per dolar AS hingga saat ini atau belum berhasil kembali ke Rp13.900 per dolar. Beberapa waktu lalu, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp14.500 per dolar AS. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER