Jakarta, CNN Indonesia -- Pergerakan saham
(IHSG) di dalam negeri sampai dengan akhir tahun diperkirakan masih akan berfluktuasi.
Executive Vice President Intermediary Business Liza Lavina mengatakan fluktuasi akan dipicu dua faktor.
Pertama, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang sampai akhir tahun masih akan dinaikkan dua kali lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan kenaikan suku bunga tersebut akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah dan pergerakan saham.
Untuk faktor pertama ini Liza mengatakan pemerintah bisa melakukan antisipasi dengan memperbaiki kinerja perdagangan.
Sebagai gambaran, kinerja perdagangan belakangan ini buruk.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Juli kemarin neraca dagang defisit mencapai US$2,03 miliar, naik dibanding Juni yang hanya US$1,74 miliar.
Di sisi lain, rupiah melemah ke level Rp14.600-an, menjauh dari asumsi APBN yang hanya Rp13.400 per dolar AS.
Liza mengatakan bahwa masalah tersebut perlu segera diatasi. "Jadi kalau rupiah melemah, IHSG juga ikut koreksi, maka itu perlu dibenahi," katanya Kamis (23/8).
Faktor
kedua, perombakan indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang biasanya terjadi pada Mei atau November akan membuat sikap pelaku pasar berubah.
"MSCI indeks itu acuan investor untuk masuk ke investasi saham maupun obligasi," katanya.
Pada perombakan sebelumnya, MSCI menambahkan saham perusahaan asal China dalam daftar. Dalam perombakan tersebut, beberapa saham Indonesia keluar dari MSCI Index.
Beberapa saham yang dikeluarkan; PT Indofarma Tbk (INAF), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Totalindo Eka Persada Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
"Ke depan gosipnya saham perusahaan Arab Saudi juga akan dimasukkan," jelas Liza.
(agt)