Gejolak Suku Bunga AS Bikin Hasil Investasi Asuransi Jeblok

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Senin, 27 Agu 2018 20:31 WIB
Gejolak yang terjadi akibat kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed membuat investasi industri asuransi melempem.
Ilustrasi AAUI. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gejolak yang terjadi akibat kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) membuat investasi di industri asuransi baik umum maupun jiwa pada paruh pertama tahun ini jeblok.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) bahkan menunjukkan hasil investasi pada Januari hingga Juni 2018 kemarin minus Rp8,35 triliun. Ini berbanding terbalik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan keuntungan Rp23,52 triliun.

Sementara itu, data Asosiasi Asuransi Umum (AAUI) menunjukkan hasil investasi yang masih tumbuh 5,51 persen pada periode yang sama. Kendati demikian, pertumbuhan tersebut melambat jika dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 5,54 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim mengatakan bahwa penurunan dipicu oleh laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menurun sejak awal tahun karena kebijakan suku bunga acuan The Fed. Kondisi tersebut berimbas pada imbal hasil (return) perusahaan asuransi jiwa.

Sebagai informasi, AAJI menempatkan dana investasi di instrumen saham sekitar 31,6 persen dari total investasi saat ini yang sebesar Rp435,99 triliun.

Sisanya,ditempatkan di reksa dana sebesar 33,3 persen, 13,8 persen Surat Berharga Negara (SBN), deposito sebesar 10,6 persen, 6,9 persen di sukuk koperasi, 1,7 persen berupa penyertaan langsung, 1,4 persen investasi properti, dan sisanya satu persen untuk investasi lain-lain.
Agar gejolak tersebut nantinya tak berimbas lagi, Hendrisman mengatakan ke depan porsi instrumen investasi akan digeser. 

Rencana, alokasi investasi untuk reksa dana akan ditingkatkan menjadi 40 persen.



"Nanti mungkin akan lebih banyak di reksa dana agar lebih stabil dan sahamnya akan diturunkan," katanya Senin (27/8).

Kepala Bidang Pendidikan dan Pengembangan AAJI Chris Bendl mengatakan kenaikan suku bunga acuan The Fed berdampak pada perubahan aset di saham, deposito, dan obligasi.

Menurutnya kenaikan suku bunga acuan The Fed berpengaruh pada kondisi pasar di negara emerging market seperti Indonesia.

Kenaikan tersebut memicu Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan mereka.

Chris mengatakan bahwa kenaikan tersebut mengubah minat investor sehingga mengubah investasi mereka ke yang berisiko rendah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menyebut fluktuasi pasar modal ikut mempengaruhi hasil investasi bagi industri asuransi umum. Maklum, data RTI Infokom menunjukkan IHSG secara year to date (ytd) turun sekitar lima persen.

"Karena ternyata sejalan juga dengan kondisi pasar yang fluktuatif, laju IHSG misalnya," kata Dody.



Namun, komposisi penempatan investasi di saham untuk perusahaan asuransi umum sebenarnya terbilang kecil dibandingkan dengan deposito.

"Karena kami cari yang liquid. Bedanya asuransi jiwa dan nonjiwa kalau nonjiwa bukan untuk jangka panjang," ucap Dody.

Untuk ke depannya, Dody mengatakan asuransi umum masih akan menempatkan mayoritas dana hasil investasi di instrumen deposito di berbagai perbankan.

Dalam hal ini, satu bank hanya boleh menaruh dana maksimal 20 persen dari total investasi.


"Ada aturannya satu bank maksimal 20 persen nanti boleh di bank lain," ujar Dody.

Untuk ke depannya, ia belum berani berspekulasi tinggi terhadap hasil investasi. Sebab, hal itu juta akan bergantung pada kebijakan BI terkait suku bunga acuan di tengah rencana kenaikan suku bunga The Fed.

Adapun, Hendrisman optimis hasil investasi asuransi jiwa secara nasional akan membaik pada kuartal III dan kuartal IV 2018 mendatang.

"Penurunan juga sudah diprediksi karena masuk tahun politik, tapi akhir tahun akan lebih baik," pungkas Hendrisman.
(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER