ANALISIS

Efek Bunga AS, Dolar Bisa Tembus Rp15 Ribu dan IHSG Tertekan

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Senin, 10 Sep 2018 11:08 WIB
Pelemahan nilai tukar rupiah pada dolar AS dan tekanan di bursa saham diperkirakan masih akan berlanjut seiring ancaman kenaikan bunga AS yang belum berakhir.
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Kendati bursa saham anjlok dan rupiah melemah, sejumlah analis efek dan ekonomi sepakat kondisi fundamental ekonomi dalam negeri masih cukup baik untuk jangka panjang.

Salah satu data ekonomi yang terbilang masih positif, yakni pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 yang mencapai 5,27 persen dan akumulasi semester I 2018 sebesar 5,17 persen.

Selain itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2018 meningkat 5,14 persen dan berkontribusi sebesar 55,43 persen terhadap ekonomi Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelitianingsih mengatakan tingkat konsumsi masyarakat pada kuartal III 2018 kemungkinan besar tak akan setinggi pada kuartal II 2018, karena momen bulan Ramadan dan Lebaran sudah lewat.

"Tapi ini namanya siklus ekonomi dan sudah biasa, melambat bukan berarti buruk. Tetap tumbuh tingkat konsumsinya tapi tumbuhnya menurun. Itu saja," kata Lana.


Meski menurun, ia optimistis pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada akhir tahun tetap bisa menyentuh 5,1 persen. Jadi, tegas Lana, sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan dari ekonomi Indonesia.

"Indonesia itu beda dengan Turki dan Argentina, Indonesia memang defisit tapi tidak sebesar kedua negara itu," ucap Lana.

Apalagi, kini pemerintah sedang fokus untuk membenahi defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan dengan mengeluarkan sejumlah jurus jitu.

Beberapa jurus yang dikeluarkan pemerintah, misalnya pembatasan impor barang konsumsi dan implementasi kebijakan pencampuran biodiesel sebesar 20 persen ke dalam Solar (B-20) nonsubsidi.

"Kemudian juga pengeluaran pemerintah pada kuartal III dan IV akan mengompensasi perlambatan konsumen masyarakat," jelas Lana.


Adapun, William berpendapat jika usaha pemerintah untuk menurunkan defisit pada neraca transaksi berjalan berhasil, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan kembali stabil.

"Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama (yang membuat pelaku pasar berinvestasi di Indonesia). Lalu urutan kedua nilai tukar," papar William.

Kemudian, tingkat inflasi juga akan mempengaruhi penilaian pelaku pasar terhadap suatu negara. Jika mata uang melemah dan inflasi terlalu tinggi atau rendah, William menyebut negara itu tak layak investasi.

"Sekarang pelaku pasar tinggal memperhatikan hasil dari upaya pemerintah memperbaiki neraca transaksi berjalan dan membendung pelemahan rupiah," pungkas William. (agi)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER