YLKI soal Pajak Rokok: Salah Kaprah 'Bangga' Bantu BPJS

Tim | CNN Indonesia
Kamis, 20 Sep 2018 20:28 WIB
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai alokasi pajak rokok untuk menutup defisit BPJS Kesehatan dapat menimbulkan sesat pikir di masyarakat.
Ilustrasi pajak rokok. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai alokasi pajak rokok untuk menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dapat menimbulkan sesat pikir di masyarakat. Salah satunya membuat para perokok merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

"Timbul paradigma keliru di masyarakat bahwa aktivitas merokok diasumsikan sebagai bentuk bantuan kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan agar tidak defisit. Para perokok merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa," ujar Tulus, seperti dikutip Antara, Kamis (20/9).

Ia mengaku maklum dengan kebijakan pemerintah tersebut. Sebagai barang kena cukai, sebagian penerimaan negara yang berasal dari rokok memang layak dikembalikan untuk menangani dampak negatif rokok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Namun, hal itu tidak bisa dilakukan serampangan karena bisa menimbulkan sejumlah ironi yang justru kontraproduktif bagi masyarakat dan BPJS Kesehatan," katanya.

Ironi yang paling tragis, menurut Tulus, manakala kebijakan pajak rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan dibarengi dengan kenaikan produksi rokok. Padahal, menurut dia, data membuktikan bahwa penyakit yang dominan diderita pasien BPJS Kesehatan antara lain disebabkan rokok.

Untuk itu, menurut dia, pihaknya meminta pemerintah untuk menghentikan upaya menaikkan produksi rokok, khususnya dari industri skala besar. Pada 2018, produksi rokok nasional diperkirakan mencapai 321,9 miliar batang.

"Financial bleeding akan terus terjadi pada pada BPJS Kesehatan jika konsumsi rokok masih menggurita. Dengan kata lain, pemerintah harus berani menurunkan produksi rokok," tegas dia.


Selain itu, pemerintah dinilai perlu menaikkan tarif cukai rokok secara signifikan. Ia menyebut masih ada ruang kenaikan cukai rokok hingga mencapai 57 persen dari saat ini rata-rata sebesar 40 persen.

Kenaikan cukai rokok, menurut dia, dapat menaikkan pendapatan negara sekaligus mengurangi jumlah perokok.

"Jika Presiden Jokowi tidak melakukan hal tersebut, maka upaya untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan dengan cukai rokok hanya menjadi kebijakan yang artifisial alias sia-sia belaka," pungkasnya. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER