Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution mendesak Badan Pusat Statistik (
BPS) untuk menyajikan data-data yang berhubungan dengan ekonomi digital.
Sebab, menurutnya, perkembangan ekonomi saat ini cukup erat dengan dunia digital. Untuk itu, BPS harus bisa menjadi lembaga yang menyediakan data sesuai kebutuhan pengembangan ekonomi tersebut.
"Data itu harus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perekonomiannya. Jadi pasti akan ada terus yang baru," ujar Darmin di kantor BPS, Rabu (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai tahap awal, menurutnya, BPS bisa mulai dengan menyajikan data pendalaman akses layanan keuangan (keuangan inklusif). Selain itu, bisa pula menjadikan data perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi (
financial technology/fintech).
"Ini kan belum ada, meski kami sebenarnya sudah punya komite Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Tapi memang harus tunggu data dari Bank Dunia. Ini kalau diterbitkan BPS, akan bagus sekali," katanya.
Kemudian, BPS juga perlu menyajikan data perkembangan pasar perdagangan elektronik (
e-commerce) di pasar digital (
marketplace).
Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto pernah mengaku kesulitan mengumpulkan data dari pelaku
e-commerce, khususnya dari kalangan informal yang berdagang sebatas menggunakan akun Instagram. Walhasil, sampai September 2018, BPS baru mengantongi data dari 16 perusahaan
e-commerce saja.
"Mungkin ketakutan mereka juga pada pajak, padahal bukan wewenang kami. Ini menjadi tantangan bagaimana mereka percaya kepada BPS," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Namun, menurutnya, dari data yang dikantongi, transaksi
e-commerce mayoritas berasal dari pembelian barang elektronik dan kegiatan pariwisata, seperti pemesanan tiket penerbangan dan hotel. Sedangkan berdasarkan persebaran, mayoritas masih di Pulau Jawa.
Perbaiki Data
Selain meminta BPS menambah data-data ekonomi terkini. Darmin juga meminta lembaga terus memperbaiki data-data yang sudah ada, salah satunya data ketenagakerjaan.
Dia berpendapat, ada beberapa jenis pekerjaan yang sudah tidak relevan, namun tetap masuk perhitungan BPS. Sedangkan jenis pekerjaan yang sedang menjamur saat ini belum semuanya berhasil direkam, khususnya pekerjaan di bidang digital.
"Soal pekerjaan, di mana digital dinamikanya mulai sangat tinggi, itu memerlukan
review (pengkajian kembali) terhadap data ketenagakerjaan yang mestinya disajikan. Banyak pekerjaan yang hilang, tapi dalam statistik masih ada. Saya tidak perlu bilang lah apa saja," pungkasnya.
(uli/lav)