Buku Neraca Gas Baru Terbit, ESDM Ramal Gas Defisit 2025

Tim | CNN Indonesia
Selasa, 02 Okt 2018 13:18 WIB
Kementerian ESDM meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia (NGI) 2018-2027. Indonesia terbukti memiliki cadangan gas bumi 100 Triliun Standar Cubic Feet.
Ilustrasi pipa gas. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berkomitmen meningkatkan pemanfaatan gas bumi sebagai energi bersih dan ramah lingkungan. Salah satu upaya untuk membantu pengembangan pemanfaatan gas bumi, Kementerian ESDM meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia (NGI) Tahun 2018-2027.

Saat ini, Indonesia terbukti memiliki cadangan gas bumi sekitar 100 Triliun Standar Cubic Feet (TCF). NGI diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Namun, pada tahun 2025-2027 terdapat potensi neraca gas defisit

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan NGI merupakan gambaran pasokan dan kebutuhan gas bumi nasional jangka panjang yang mencakup berbagai skenario proyeksi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dengan demikian, sektor lain seperti industri, ketenagalistrikan dan kegiatan ekonomi lainnya mendapatkan gambaran pengembangan lebih jelas.

"Dengan diluncurkannya buku ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi investor dan calon investor, Badan Usaha Kementerian/Lembaga serta Akademisi yang bertujuan mendukung dan menciptakan tata kelola gas bumi Indonesia yang kokoh," ujar Arcandra dikutip dari keterangan resmi, Senin (1/10).

Perubahan signifikan NGI Tahun 2018-2027 dengan NGI sebelumnya, yaitu pada metodologi proyeksi kebutuhan gas.

Pada NGI sebelumnya, metodologi proyeksi kebutuhan gas digabung antara kebutuhan gas yang sudah kontrak dengan kebutuhan gas yang masih potensial. Sedangkan pada NGI yang baru luncur, proyeksi kebutuhan gas dibagi menjadi 3 skenario utama dengan menggunakan asumsi proyeksi pertumbuhan industri sebesar 1,1 persen dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,5 persen.


Arcandra merinci, pada skenario I, NGI diproyeksikan mengalami surplus gas pada 2018-2027. Hal tersebut berdasarkan perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi, serta tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa atau LNG untuk jangka panjang.

Mengutip NGI 2018-2027, skenario I menghasilkan perkiraan surplus gas sebesar 437,86 MMSCFD pada 2018. Surplus akan terus meningkat hingga mencapai 2.103,42 MMSCFD pada 2027.

Pada skenario II, NGI diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027 terdapat potensi neraca gas defisit.

Jika menggunakan skenario II, pada 2025, Indonesia akan defisit gas sebesar 206,5 MMSCFD. Defisit berlanjut sebesar 673,9 MMSCFD pada 2026 dan 442 MMSCFD pada 2027.

Namun, Arcandra mengingatkan, hal tersebut belum mempertimbangkan potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.


Proyeksi kebutuhan gas pada skenario II, menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen, pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027, dan asumsi pertumbuhan gas bumi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,5 persen untuk sektor Industri Retail.

Kemudian, pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk juga sesuai jadwal.

Pada skenario III, NGI diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Sedangkan tahun 2018 tetap mencukupi sesuai realisasi dan rencana tahun berjalan.

Sementara pada tahun 2025-2027, terdapat potensi kebutuhan gas akan lebih besar dari pada pasokan. Jika menggunakan skenario III, Indonesia akan defisit gas sebesar 1.072,29 MMSCFD pada 2025, 1.572,43 MMSCFD pada 2026 dan 1.374,95 MMSCFD pada 2027.


Sama dengan skenario II, defisit tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario III menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen. Selain itu, pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, dan sektor industri retail memanfaatkan gas pada maksimum kapasitas pabrik serta penambahan permtaan dari pertumbuhan ekonomi dengan asumsi 5,5 persen.

Selanjutnya, pelaksanaan RDMP dan pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

Menurut Arcandra, tambahan suplai gas untuk pemenuhan permintaan skenario II dan III dapat dilakukan dengan meningkatkan cadangan gas baru maupun percepatan pengembangan lapangan gas potensial.

Kementerian ESDM melansir pada 2017, pemanfaatan gas bumi untuk domestik mencapai 59 persen atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41 persen.

Pemanfaatan gas bumi domestik tersebut meliputi sektor industri sebesar 23,18 persen, sektor kelistrikan sebesar 14,09 persen, sektor Pupuk sebesar 10,64 perse, Lifting Migas sebesar 2,73 persen, LNG Domestik sebesar 5,64 persen, LPG Domestik sebesar 2,17 persen dan 0,15 persen untuk Program Pemerintah berupa Jargas Rumah Tangga dan SPBG. Sedangkan ekspor terdiri dari ekspor gas pipa sebesar 12,04 persen dan LNG Ekspor 29,37 persen. (sfr/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER