Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK) mengungkap potensi pendapatan PT
Pertamina (Persero) susut Rp26,30 triliun pada 2017 lalu, karena kegiatan penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT)
solar,
biosolar, dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP).
Tak cuma perusahaan migas BUMN, temuan BPK juga menyebut potensi kekurangan pemasukan PT AKR Corporindo sebesar Rp259,03 miliar.
Mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2019 yang diserahkan BPK ke DPR pada Selasa (2/10), potensi kekurangan pendapatan disebabkan oleh selisih Harga Jual Eceran (HJE) formula dengan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran solar, biosolar, dan BBM penugasan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Auditor negara itu menyebut potensi kurang bayar ini disebabkan lantaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak menetapkan harga jual eceran BBM sesuai dengan ketentuan.
Permasalahan tersebut ditemukan BPK saat melakukan audit atas pengelolaan subsidi atau Kewajiban Pelayanan Pubik (KPP), baik PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk mendapat subsidi untuk jenis BBM tertentu dan liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram.
Karenanya, BPK merekomendasikan perusahaan terkait untuk mengajukan penggantian kepada pemerintah sebagai pemberi penugasan atas kekurangan pendapatan dalam kegiatan penyaluran solar, biosolar, dan BBM penugasan tahun 2017 sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, BPK juga mencatat permasalahan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (3E). Permasalahan tersebut antara lain
losses operasi dan
losses transportasi solar, biosolar dan BBM penugasan pada lembaga penyalur melebihi toleransi.
Selain itu, penyaluran solar dan biosolar dilaporkan lebih tinggi serta tidak sesuai dengan peruntukan serta melebihi ketentuan. Tidak cuma itu, BPK juga menilai Pertamina dan AKR Corporindo belum sepenuhnya memenuhi penugasan pendistribusian BBM satu harga.
Secara umum, BPK telah memeriksa perhitungan subsidi tahun 2017 terhadap 10 objek pemeriksaan di 11 entitas, yaitu lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lima anak perusahaan BUMN, serta satu perseroan terbatas swasta.
Hasilnya, BPK mengungkapkan koreksi subsidi negatif senilai Rp2,99 triliun dan koreksi positif senilai Rp115,10 miliar.
(ulf/bir)