Jakarta, CNN Indonesia -- Ketidakpastian pasar keuangan saat ini membuat pelaku pasar perlu hati-hati dalam memilih saham untuk ditransaksikan dalam jangka pendek maupun menengah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah hampir menyentuh level 6.000 kembali anjlok pekan lalu, seiring dengan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam kondisi seperti ini,
Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido mengatakan pelaku pasar bisa memanfaatkan saham
emiten pertambangan berbasis nikel, seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, pergerakan saham Vale Indonesia dinilai moderat atau tidak bergerak ekstrem di tengah volatilitas laju IHSG yang cukup tinggi. Dengan kata lain, jika melemah maka penurunannya tak terjal, begitu juga sebaliknya.
"Fundamental Vale Indonesia juga cukup positif, harga nikel kalau diperhatikan juga cukup menarik," ucap Kevin kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/10).
Ia menjelaskan Filipina sebagai negara produksi nikel terbesar saat ini sedang menahan produksinya karena pemerintah Filipina merasa lingkungan negara tersebut sudah tercemar.
Walhasil, jumlah penawaran nikel dari Filipina berkurang. Sementara itu, jumlah permintaan nikel saat ini sedang meningkat dari China karena negara Tirai Bambu tersebut sedang memproduksi mobil listrik.
"Karena memproduksi mobil listrik itu kan menggunakan baterai, itu kan butuh nikel," jelas Kevin.
Dengan jumlah permintaan lebih banyak dibandingkan jumlah penawaran, maka harga komoditas akan semakin menjulang. Hal ini tentu menguntungkan bagi perusahaan tambang berbasis nikel seperti Vale Indonesia.
"Belum lagi Vale Indonesia juga akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan dolar AS saat ini," terang Kevin.
Maklum, sebagian produksi nikel Vale Indonesia diekspor ke Kanada dan Jepang. Dengan kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, maka perusahaan akan semakin untung.
Sebagai informasi, rupiah pada pekan lalu tembus ke level Rp15 ribu per dolar AS dari sebelumnya yang stabil bergerak di area Rp14.800-Rp14.900 per dolar AS.
"Vale Indonesia ini mendapatkan keuntungan selisih kurs nanti," ucap Kevin.
Lebih lanjut, Kevin mengatakan harga saham Vale Indonesia pada akhir pekan lalu masih di bawah harga wajar, yakni hanya Rp3.540 per saham, sedangkan harga wajarnya di level Rp4.250 per saham.
"Jadi menurut saya ini menarik, harga saham pada tahun lalu juga turun terus. Sekarang pelaku pasar bisa melihat perusahaan itu positif," papar Kevin.
Menurut Kevin, pada pekan ini saham Vale Indonesia berpotensi mengarah ke level Rp3.700 per saham. Sementara, level support Vale Indonesia diproyeksi sebesar Rp3.250 per saham.
Saham Big CapBerbeda dengan Kevin, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Utama merekomendasikan saham berkapitalisasi besar (
big capitalization/big cap) karena IHSG berpotensi menanjak pada pekan ini.
Logikanya, kata Nafan, ketika IHSG berpeluang bangkit maka saham
big cap yang lebih dulu terkena imbas positif dibandingkan saham lapis kedua atau ketiga.
Saham big cap yang dimaksud Nafan, di antaranya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
"Saham itu kan termasuk saham-saham big cap yang diperkirakan akan mendorong penguatan indeks pekan ini," tutur Nafan.
Potensi penguatan IHSG sendiri tak lepas dari penyelenggaraan pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (IMF-WB) pada pekan ini di Nusa Dua, Bali.
"Ada optimisme pelaku pasar tentang keberhasilan pemerintah dalam penyelenggaraan IMF-WB di Bali," jelas Nafan.
Terkait harga saham, mayoritas empat saham yang direkomendasikan oleh Nafan berakhir di zona merah akhir pekan lalu bersamaan dengan anjloknya IHSG.
Terpantau, harga saham BRI terkoreksi 0,67 persen ke level Rp2.980 per saham, saham BNI terkoreksi 0,36 persen ke level Rp6.875 per saham, dan saham Unilever Indonesia terkoreksi 0,81 persen ke level Rp42.675 per saham. Sementara, saham Bank Mandiri menguat 0,8 persen di level Rp6.275 per saham.
Senada, Kepala Riset Narada Kapital Indonesia, Kiswoyo Adi Joe menilai keempat saham itu berpotensi memberikan cuan kepada pelaku pasar dalam waktu sebulan ke depan. Menurutnya, seluruh emiten tersebut memiliki fundamental yang cukup baik.
"Harga saham juga masih murah, tapi kalau beli saham baiknya satu pekan tidak bisa, (lebih baik) sampai akhir bulan," kata Kiswoyo.
Ia menekankan secara historis IHSG pada Oktober setiap tahunnya umumnya positif, sedangkan November biasanya bergerak negatif. Untuk itu, tidak ada alasan bagi pelaku pasar untuk menunda melakukan pembelian pada empat saham tersebut.
(lav)