Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian
Darmin Nasution mengatakan masalah logistik sebagai biang keladi tidak sempurnanya kebijakan pencampuran 20 persen
biodiesel terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar atau
B20.
Ia menyoroti tiga hal utama, yakni kapasitas tangki penyimpanan bahan bakar nabati, pengadaan kapal logistik, dan dokumen pembelian biodiesel (purchase order) yang terbilang cepat. Hal itu dinilai berimbas terhadap kebijakan B-20 yang disebut tidak terlalu siap.
"Dan masalah ini tidak semuanya langsung selesai. Untuk purchase order, ini kan diatasinya gampang. Tapi kalau bangun tangki, itu kan butuh waktu yang tidak sedikit," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, ketidaksiapan itu juga merupakan dampak dari pelaksanan B20 yang begitu cepat. Sejak digulirkan di rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo pada Juli, implementasinya terbilang cepat, yakni berselang kurang dari dua bulan sesudahnya, atau 1 September 2018.
"Waktu diumumkan tanggal 1 September, kemudian purchase order keluar dan kami minta tiga hari selesai, namun mereka (Badan Usaha Bahan Bakar Nabati) tidak bisa. Dan sebagainya, dan sebagainya. Ada juga soal kapal, soal jarak pengiriman, soal-soal teknis sebetulnya," imbuh dia.
Darmi mengatakan pemerintah telah mengevaluasi implementasi B20 selama sebulan terakhir untuk mengkaji kealpaan yang terjadi. Jika memang kelalaian terjadi di BU BBN, pemerintah sudah menyiapkan sanksi.
Saat ini, pemerintah telah mengantongi daftar BU BBN yang sekiranya bisa mendapatkan sanksi karena keterlambatan implementasi B20. Bukti serta daftar kesalahan pun sudah diserahkan ke BU BBN terkait dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketentuan mengenai sanksi ini terdapat di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2018, dimana BU BBN akan dikenakan denda Rp6 ribu per liter serta pencabutan izin usaha jika tak memenuhi kewajibannya ke perusahaan penyalur BBM.
"Namun, untuk pengumuman sanksinya, biar nanti secara resmi diputuskan oleh Kementerian ESDM," terang dia.
Kebijakan mandatori B20 ini tertuang di dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 soal Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Melalui aturan ini, Presiden Joko Widodo merestui perluasan cakupan penggunaan biodiesel dari tadinya terbatas pada kegiatan penugasan pemerintah (PSO) menjadi PSO dan non-PSO. Artinya, pencampuran biodiesel terhadap Solar yang digunakan untuk kegiatan nonsubsidi juga berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Langkah ini diambil pemerintah sebagai substitusi impor migas yang selama ini menekan defisit neraca perdagangan Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor migas antara Januari hingga September tahun ini di angka US$22,05 miliar atau melonjak 27,16 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$17,34 miliar.
(glh/bir)