Jumlah Kredit Turun, Laba Bank Bukopin Malah Naik 63 Persen

Tim | CNN Indonesia
Rabu, 17 Okt 2018 14:15 WIB
PT Bank Bukopin Tbk pada kuartal III berhasil membukukan laba bersih Rp327 miliar melonjak 63,61 persen dibanding kuartal III 2017 yang hanya Rp200 miliar.
Ilustrasi laba. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Bukopin Tbk pada kuartal III 2018 berhasil membukukan laba bersih Rp327 miliar. Perolehan laba perusahaan tersebut melonjak 63,61 persen secara tahunan dibanding kuartal III 2017 yang hanya Rp200 miliar.

Meski laba bersih meningkat pesat, namun Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin Muhammad Rachmat Kaimuddin mengatakan perhitungan laba wajar seharusnya merujuk pada laba sebelum pajak yang hanya naik 12,96 persen dari Rp348 miliar menjadi Rp393 miliar pada periode yang sama.

"Kalau lihat laba sebelum pajak, rasanya lebih fair, karena kalau laba setelah pajak, itu ada re-statement pada tahun lalu. Tapi, kami anggap ini perbaikan yang cukup baik dan positif," ucap Rachmat di Kantor Pusat Bank Bukopin, Selasa (16/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, bank berkode BBKP mengklaim peningkatan laba berasal dari pembenahan kinerja perusahaan, khususnya pengetatan efisiensi. Pembenahan tersebut membuat Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) menurun.

Tercatat, BOPO mereka kemarin turun 1,05 persen dari 95,72 persen pada September 2017 menjadi 94,67 persen pada September 2018. "Penyebabnya, kami efisiensi, sehingga BOPO turun. Lalu, kualitas kredit membaik, DPK komposisinya sedikit lebih baik karena CASA lebih tinggi, sehingga biaya dana turun," ujarnya.
Dari sisi kualitas kredit, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross berhasil diturunkan dari posisi akhir tahun lalu sebesar 8,54 persen. Namun, bila melihat perbandingan secara tahunan, sejatinya perusahaan masih menghadapi tantangan kredit bermasalah tersebut.

Pasalnya, NPL gross September 2018 kemarin sebesar 5,62 persen dari 5,09 persen pada September 2017. Sementara NPL net berada di kisaran 3,76 persen dari sebelumnya 3,61 persen pada September 2017.

Meski begitu, lagi-lagi perusahaan mengklaim rasio NPL sudah lebih baik karena restrukturisasi terus digencarkan. "Kami lakukan banyak hal, termasuk negosiasi dan restrukturisasi dengan klien. Kami juga lakukan penjualan aset dan jaminan (nasabah kredit bermasalah)," ungkapnya.

Selain itu, pencegahan kredit bermasalah juga dilakukan dengan pengukuran yang lebih ketat, misalnya dengan melihat aset tetap dan jaminan yang dimiliki nasabah. "Kalau ada nasabah yang berpotensi NPL, jadi bisa kami cegah dengan penyelesaian yang terstruktur dan action plan," imbuh Direktur Konsumer Bank Bukopin Rivan A. Purwantono.

Kemudian, Bank Bukopin mengklaim berhasil menurunkan BOPO karena biaya dana yang harus dibayarkan jauh lebih rendah. Hal ini karena struktur Dana Pihak Ketiga (DPK) yang semula besar di deposito, bisa sedikit bergeser ke dana murah (Current Account and Saving Account/CASA).
Tercatat, porsi CASA meningkat dari 32,92 persen menjadi 39,37 persen. Meski secara nominal jumlahnya justru menyusut dari tahun sebelumnya dari Rp30,56 triliun menjadi Rp28,23 triliun. Namun, penurunan nominal deposito justru lebih besar dari Rp62,46 triliun menjadi Rp45,73 triliun.

Lalu, kinerja perusahaan juga diklaim membaik karena pembelian saham baru (right issue) dan Penawaran Umum Terbatas 4 dengan KB Kookmin Bank, bank asal Korea Selatan yang menjadi standby buyer. Hal ini membuat ekuitas perusahaan meningkat 26,71 persen dari Rp6,86 triliun menjadi Rp8,7 triliun.

Menurutnya, hal ini turut membuat rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) meningkat dari 12,51 persen menjadi 13,51 persen. "Mereka kini menjadi pemegang saham terbesar kedua di Bukopin, dengan kepemilikan sebesar 22 persen," terang Rachmat.

Kendati begitu, dari sisi penyaluran kredit dan pendapatan non bunga (fee based income) melambat. Penyaluran kredit sampai dengan akhir September hanya sebesar Rp66,97 triliun turun 5,66 persen dari September 2017 yang mencapai Rp70,99 triliun. Sementara fee based income melambat 2,23 persen dari Rp585 miliar menjadi Rp572 miliar.

Bank Bukopin mengklaim penurunan kredit secara nominal terjadi karena perusahaan mulai fokus untuk memperbesar penyaluran kredit ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan konsumer, ketimbang kredit komersial.

"Karena komposisi ke depan kami harapkan bukan hanya 65-67 persen (dari UMKM dan konsumer), tapi bisa menjadi 75-80 persen. Sebenarnya bukan menurunkan kredit komersial, tapi meningkatkan dua segmen itu," pungkasnya.
(uli/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER