Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan hilangnya nilai jasa ekosistem sebesar Rp185, 018 triliun akibat limbah residu PT
Freeport Indonesia tidak dianggap sebagai kerugian maupun potensi kerugian negara.
Auditor Utama Keuangan IV BPK Laode Nusriadi mengungkapkan perhitungan hilangnya jasa ekosistem tersebut berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) 1998-1990 dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2015-2016. Analisis tersebut kemudian dikutip BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Penerapan Kontrak Karya Freeport Indonesia Tahun Anggaran 2013-2015.
Dalam laporan tersebut, BPK menyatakan perhitungan tersebut masih perlu didiskusikan lagi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). Karenanya, BPK tidak mencantumkan nilai tersebut sebagai temuan maupun rekomendasi dalam laporan.
"Tidak ada kata-kata merugikan di laporan (LHP Freeport). Jadi ada perubahan ekosistem karena
tailing atau pembuangan limbah. Hasil perhitungan kami peroleh bekerja sama dengan LAPAN dan IPB," ujarnya di kantor pusat BPK, Senin (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, saat ini belum ada ketentuan yang mengatur mengenai hilangnya jasa lingkungan atau ekosistem. Karenanya, BPK telah meminta pemerintah untuk menyusun ketentuan terkait jasa lingkungan.
"Pemerintah sedang menindaklanjuti. Salah satu rekomendasi BPK kan agar pemerintah membuat ketentuan terkait jasa lingkungan," ujarnya.
Dalam laporan yang sama, BPK telah menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait lingkungan yang masih ditindaklanjuti oleh Freeport Indonesia dan KLHK. Misalnya, lanjut Laode, terkait Freeport Indonesia yang menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasional seluas minimal 4.535,93 hektare (ha) tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) yang bertentangan dengan Undang-undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Jo UU Nomor 19 Tahun 2014.
"Hal itu belum diselesaikan oleh Freeport. Freeport belum memiliki izin (PPKH) itu dan itu yang dipermasalahkan oleh BPK," ujarnya.
Namun, menurut Laode, temuan tersebut juga telah ditindaklanjuti oleh KLHK dan Freeport Indonesia. Dalam wawancara terpisah sebelumnya, Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Assad menyatakan pihaknya Freeport Indonesia tengah menyusun peta jalan (
road map) penanganan masalah lingkungan.
Peta jalan tersebut mencakup pengelolaan lingkungan secara menyeluruh di wilayah Freeport Indonesia. "Persoalan tentang
tailing kami atasi dengan usulan
road map yang disusun bersama antara pemerintah dengan Freeport," ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Rabu (27/9) lalu.
Ilyas menyebutkan perkembangan penyusunan
road map penanganan masalah lingkungan Freeport Indonesia telah mencapai 80 persen dan diharapkan selesai pada Oktober 2018 ini.
(sfr/agt)