Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Jepang
Shinzo Abe menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memudahkan lebih banyak
pekerja asing untuk bekerja di
Jepang. Kebijakan tersebut dilatarbelakangi tingginya jumlah pekerja lokal yang memasuki usia tidak produktif, sehingga berpotensi membuat Jepang kekurangan tenaga kerja
Kebijakan itu sempat menjadi perdebatan ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengangkat topik tersebut dalam pemilihan kongres yang akan dilakukan pada pekan depan.
Dilansir dari
Reuters, Jumat (2/11), Partai Demokrat Liberal Jepang yang dikenal sebagai kelompok konservatif berasumsi bahwa parlemen akan mengadopsi revisi uu terkait imigrasi dalam menghadapi tekanan yang kuat dari bisnis dan bursa tenaga kerja yang semakin ketat dalam beberapa dekade terakhir.
UU yang direvisi itu diperkirakan menciptakan dua kategori visa baru untuk orang asing bekerja di beberapa sektor yang kekurangan sumber daya manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Kehakiman Jepang Takashi Yamashita sempat menepis asumsi media setempat mengenai batas-batas jumlah pekerja asing yang akan bekerja di Jepang nantinya.
Sebelumnya, media setempat sempat menyebut terdapat 500.000 pekerja profesional yang dapat diizinkan setelah uu ini rampung di masa mendatang. Jumlah tersebut naik 40 persen dari 1,28 juta pekerja asing yang kini telah membentuk sekitar 2 persen dari angkatan kerja di Jepang.
Sebagai informasi, pekerja dengan kategori visa pertama harus memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan berbahasa Jepang. Nantinya, pekerja tersebut tidak diizinkan untuk membawa anggota keluarga tinggal di Jepang hingga lima tahun. Lain cerita dengan pemilik kategori visa kedua yang memiliki keterampilan lebih tinggi, dan dapat membawa keluarga dan mendapatkan tempat tinggal.
Tuai KontroversiRancangan undang-undang yang telah disepakati oleh anggota Partai Demokrat Liberal ini sebelumnya telah menuai perdebatan panas. Banyak pihak yang mengungkapkan kekhawatiran akan efek negatif dalam pengupahan pekerja asing. Politisi oposisi menuduh pemerintah tidak memikirkan secara matang untuk melindungi hak-hak pekerja.
Sebelumnya, Abe mengatakan bahwa perubahan yang dilakukan ini bukanlah sebuah kebijakan imigrasi. Hal ini didorong oleh keinginan dari pendukung konservatifnya. Namun, opini Perdana Menteri Jepang ini mendapat respons yang berbeda dari para ahli.
"Saya pikir ini adalah pergeseran de facto menuju ke kebijakan imigrasi," kata mantan kepala Biro Imigrasi Tokyo Hidenori Sakanaka, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, surat kabar Jepang Yomiuri juga menerbitkan sebuah survei yang menunjukkan 43 persen pemilih mendukung bahwa perubahan ini sebagai penetapan kebijakan imigrasi.
(mjs/bir)