Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Jasa
Pertambangan Indonesia (ASPINDO-IMSA) meminta pemerintah tidak buru-buru menerapkan program mandatori campuran biodiesel 30 persen (
B30). Pasalnya, pelaku usaha jasa pertambangan masih menyesuaikan dengan bahan bakar campuran biodiesel 20 persen (
B20) yang telah diwajibkan pemerintah sejak 1 September 2018 lalu.
Sebelumnya, sesuai peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 tahun 2015 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati Sebagai Bahan Bakar Lain, mandatori B30 akan berlaku pada Januari 2020. Namun, pemerintah ingin mempercepat pelaksanaan B30 menjadi tahun depan.
"(Mandatori) B30 jangan dipercepat. Uji coba B30 harus komprehensif dan mencakup penyimpanan dan alternatif kondisi di lapangan," ujar Direktur Eksekutif ASPINDO-IMSA Bambang Tjahjono dalam dalam seminar "Pemakaian B20 di Industri Pertambangan: Masalah dan Solusi" di Grand Sahid Jaya, Kamis (6/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku usaha, lanjut Bambang, sebenarnya mendukung program pemerintah. Hanya saja, mereka berharap pemerintah membuat kajian riset yang mendalam sebelum memberlakukan kewajiban tersebut. Mereka minta uji coba tidak hanya dilakukan pada otomotif.
Mereka juga secara khusus minta uji coba juga dilakukan pada alat berat yang memiliki karakteristik berbeda.
Lepas tiga bulan berjalan, penerapan B20 masih belum optimal. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari asosiasi, pelaku usaha jasa tambang menanggung beban ketika menggunaan B20.
Bambang menyebutkan untuk campuran biodiesel 10 persen hingga 20 persen, tenaga yang dihasilkan lebih rendah. Akibatnya, penggunaan bahan bakar menjadi lebih boros sekitar dua hingga lima persen. Dengan asumsi porsi biaya bahan bakar sekitar 30 hingga 40 persen dari struktur biaya maka sekitar satu persen potensi keuntungan melayang.
"Kajian keekonomian harus dilengkapi," ujarnya.
Kemudian, umur penyaring (filter) bahan bakar menjadi lebih pendek. Bambang menyebutkan setidaknya pelaku usaha harus mengganti filter tiga sampai empat kali.
Selanjutnya, sifat biodiesel yang merusak karet, akan memperpendek umur onderdil yang berbahan dasar karet seperti penutup (
seal) atau selang. Tak hanya itu, biodiesel juga mudah teroksidasi, sehingga menghasilkan endapan.
Pada awal penerapan B20, beberapa pelaku jasa pertambangan juga mengalami kendala pasokan bahan bakar nabati yang menjadi campuran solar dalam biodiesel (FAME). Akibatnya, kegiatan usaha menjadi terganggu karena tidak mendapatkan pasokan bahan bakar. Namun, hal ini telah diatasi seiring perbaikan distribusi, terutama dari PT Pertamina (Persero).
Sebagai catatan, pelaku usaha tidak bisa menyimpan stok biodiesel yang terlalu banyak karena daya tahan biodiesel hanya sekitar tiga bulan. Selain itu, penyimpanan stok yang terlalu banyak juga akan mengganggu arus kas.
"Uji coba dilakukan oleh PT Adaro dan Komatsu tetapi pada saat uji coba langsung dicampur dan dipakai habis. Pernah tidak diuji coba kalau (biodiesel) yang disimpan dampaknya apa?"
Di tempat yang sama, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Andriah Feby Misna menerima masukan tersebut. Feby kemudian mengundang pelaku industri pertambangan untuk mengikuti kajian teknis terkait penggunaan B30.
"Usulan B30 masih terbuka untuk otomotif, kalau teman-teman tambang ingin ikut kami lakukan kajian teknis bersama B30 silakan," ujarnya.
Di saat yang sama, pemerintah juga akan memperketat parameter standar nasional campuran B30 agar sesuai mesin. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan sosialisasi penggunaan biodiesel yang aman. Diharapkan, penerapan B30 ke depan lancar sehingga bisa membantu upaya pemerintah menekan impor bahan bakar minyak dan emisi karbon.
Sebagai informasi, tahun ini, penggunaan biodiesel sebesar 3,9 juta kiloliter (kl) akan menghemat devisa hingga US$2,1 miliar. Penghematan akan meningkat menjadi US$3,34 miliar pada tahun depan di mana pemerintah menargetkan penggunaan biodiesel mencapai 6,2 juta kl.
(sfr/agt)